Senin, 31 Desember 2012

Hotel Swarna Dwipa

Hotel Swarna Dwipa
Hotel Swarna Dwipa merupakan pilihan terbaik bagi mereka yang menginginkan kenyamanan dan layanan terbaik di pusat pemerintahan kota Palembang dengan staff yang sopan dan terlatih. Berjarak tempuh sekitar 25 menit dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dan hanya 5 menit dari pusat perbelanjaan di kota Palembang.

Memiliki 68 kamar tamu dengan pilihan kamar tipe Standart, Superior, Deluxe, Junior Suite dan Suite Rooms, akan memberikan kenyamanan dan suasana santai selama anda menginap.

FASILITAS
• International Direct Dial Call (IDD)
• AC in all guest rooms, private bathroom with hot and old water
• Channels of parabola anda video programmes
• 24 hours room service
• Laundry & valet service
• News stand and drugstore
• Restaurant with Indonesian, and european menu
• Swimming pool and fitness center
• Banquet room for private or conference and meeting rooms
• Karaoke & Cafe
• Ample parking space
• Beauty parlour
• Business Centre
• Automatic teller machine (ATM)
• Internet online with WIFI

TARIF


Tarif tersebut sudah termasuk :

• Sarapan pagi
• Pajak 21% dan service charge

Hotel Swarna Dwipa
Jalan Tasik No.2 Palembang 30136
Telepon (0711) 313322 (hunting)
Fax. (0711) 362992
Email: info@hotelswarnadwipa.com
Website: http://www.hotelswarnadwipa.com

Hotel Swarna Dwipa Hotel Swarna Dwipa

Legenda Dewi Kwan Im

Dewi Kwan Im Seribu Tangan

Legenda Dewi Kwan Im

Jauh sebelum diperkenalkannya agama Buddha pada akhir Dinasti Han (tahun 25 - 228), Koan Im Pho Sat telah dikenal di Tiongkok purba dengan sebutanPek Ie Tai Su yaitu Dewi berjubah putih yang welas asih. Kemudian Beliau diketahui sebagai perwujudan dari Buddha Avalokitesvara.

Dalam perwujudannya sebagai pria, Beliau disebut Koan Sie Im Pho Sat. Didalam Sutra Suddharma Pundarika Sutra (Biauw Hoat Lien Hoa Keng) disebutkan ada 33 perwujudan atau penjelmaan Koan Im Pho Sat. Sedangkan dalam Maha Karuna Dharani (Tay Pi Ciu) ada 84 rupa yang berbeda sebagai pengejawantahan Koan Im Pho Sat sebagai Bodhisatva yang mempunyai kekuasaan besar. Altar utama di kuil Pho Jee Sie (Pho To San) di persembahkan kepada Koan Im Pho Sat dengan perwujudannya sebagai Buddha Vairocana, dan di sisi kiri/kanan berderet masing ke-16 perujudan Beliau lainnya.

Dikenal secara luas sebagai Dewi Welas Asih, yang dipuja tidak hanya terbatas di kalangan Budhis saja, tetapi juga di kalangan Tao dan semua lapisan masyarakat awam di pelbagai negara terutama di benua Asia.

Perwujudan Beliau di altar utama Kim Tek Ie adalah sebagai King Cee Koan Im (Koan Im membawa Sutra memberi pelajaran Buddha Dharma kepada umat manusia).

Disamping itu terdapat wujud Koan Im Pho Sat dalam Chien Chiu Koan Im (Koan Im Bertangan Seribu) sebagai perwujudan Beliau yang selalu bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang tulus dari umat-Nya. Memang pada awalnya pada tahun 1650, kelenteng ini didirikan oleh Luitnant Tiongkoa Kwee Hoen untuk Koan Im Pho Sat dengan nama Koan Im Teng (Paviliun Koan Im).

Pendampingnya yang setia adalah Kim Tong (Jejaka Emas) dan Giok Li(Gadis Kumala), atau yang biasa disebut Sian Cay & Liong Nio. Sebutan kepada Beliau yang lengkap adalah Tay Cu Tay Pi, Kiu Kho Kiu Lan, Kong Tay Ling Kam, Koan Im Sie Im Pho Sat.

Chien Chiu Koan Im (Koan Im Bertangan Seribu) atau kadang disebut juga Chien Shou Chien Yen Koan Im (Koan Im Bertangan Seribu & Bermata Seribu) merupakan salah satu bentuk Koan Im yang terkenal. Masing-masing tangan menggenggam benda pusaka keagamaan, antara lain bunga dan senjata penakluk iblis.

Dalam legenda dikisahkan, pada waktu beliau sedang dalam meditasi dan merenungkan tugasnya untuk menyelamatkan umat manusia, kepalanya tiba-tiba terbelah menjadi seribu keping, tepat pada saat beliau menyadari betapa berat dan besarnya hal yang dilakukan itu. Buddha Amitabha sebagai pembimbingnya cepat datang untuk menolong dan menghidupkan kembali Koan Im, serta memberikan kesaktian untuk berubah menjadi bentuk kepala seribu, mata seribu dan tangan seribu.

Di Kelenteng Pu Ning Si, Cheng De, Tiongkok Utara, yang terletak di dalam komplek Istana Kekaisaran untuk persinggahan musim panas, terdapat sebuah pratima Koan Im bertangan seribu yang terbuat dari pahatan kayu, yang merupakan pratima kayu terbesar di dunia. Patung ini tingginya 22 meter dan dibuat pada tahun 1755.

Mengenal Dewi Kwan Im

Mengenal Dewi Kwan Im

Oleh : Florencia Marcelina Ramadhona

Setiap perayaan Tahun Baru Imlek, puluhan ribu warga Tionghoa di Palembang merayakannya di klenteng Dewi Kwan Im, 10 Ulu, Palembang. Lalu, tahukah Anda siapa Dewi Kwan Im itu?

Kwan Im adalah penjelmaan Buddha Welas Asih di Asia Timur. Kwan Im sendiri adalah dialek Hokkian yang dipergunakan mayoritas komunitas Tionghoa di Indonesia. Nama lengkap dari Kwan Im adalah Kwan She Im Phosat yang merupakan terjemahan dari nama aslinya dalam bahasa Sanskrit, Avalokite?vara.

Dalam bahasa Jepang, Kwan Im disebut Kannon’ atau secara resmi Kanzeon. Dalam bahasa Korea disebut Gwan-eum atau Gwanse-eum, dan dalam bahasa Vietnam Quán Âm atau Quan Th? Âm B? Tát.

Avalokitesvara sendiri asalnya digambarkan berwujud laki-laki di India, begitu pula pada masa menjelang dan selama Dinasti Tang (tahun 618-907). Namun pada awal Dinasti Sung (960-1279), berkisar pada abad ke 11, beberapa dari pengikut melihatnya sebagai sosok wanita yang kemudian dilukis oleh sejumlah seniman. Perwujudan Kwan Im sebagai sosok wanita lebih jelas pada masa Dinasti Yuan (1206-1368). Sejak masa Dinasti Ming, atau berkisar pada abad ke 15, Kwan Im secara menyeluruh dikenal sebagai wanita.

Kwan Im pertama diperkenalkan ke Cina pada abad pertama SM, catat Wikipedia, bersamaan dengan masuknya agama Buddha. Pada abad ke-7, Kwan Im mulai dikenal di Korea dan Jepang karena pengaruh Dinasti Tang. Pada masa yang sama, Tibet juga mulai mengenal Kwan Im dan menyebutnya dengan nama Chenrezig. Dalai Lama sering dianggap sebagai reinkarnasi dari Kwan Im di dunia.

Jauh sebelum masuknya agama Buddha menjelang akhir Dinasti Han, Kwan Im Pho Sat telah dikenal di Tiongkok purba dengan sebutan Pek Ie Tai Su yaitu Dewi Berbaju Putih Yang Welas Asih (“Dewi Welas Asih”). Di kemudian hari, Beliau identik dengan perwujudan dari Buddha Avalokitesvara.

Pengertian Avalokitesvara Bodhisatva dalam bahasa Sansekerta adalah:

• “Avalokita” (Kwan / Guan / Kwan Si / Guan Shi) yang bermakna Melihat ke Bawah atau Mendengarkan ke Bawah (“Bawah” disini bermakna ke dunia, yang merupakan suatu alam (Sansekerta:lokita)).

• Kata “Isvara” (Im / Yin), berarti suara (suara jeritan mahluk atas penderitaan yang mereka alami).

Kwan Im sebagai seorang Bodhisatva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang. Di negara Jepang, Kwan Im Pho Sat terkenal dengan nama Dewi Kanon. Dalam perwujudannya sebagai pria, beliau disebut Kwan Sie Im Pho Sat. Dalam Sutra Suddharma Pundarika Sutra (Biauw Hoat Lien Hoa Keng) disebutkan ada 33 (tiga puluh) penjelmaan Kwan Im Pho Sat. Sedangkan dalam Maha Karuna Dharani (Tay Pi Ciu / Ta Pei Cou / Ta Pei Shen Cou) ada 84 (delapan puluh empat) perwujudan Kwan Im Pho Sat sebagai simbol dari Bodhisattva yang mempunyai kekuasaan besar.

Altar utama di Kuil Pho Jee Sie (Pho To San) di persembahkan kepada Kwan Im Pho Sat dengan perwujudan sebagai “Buddha Vairocana”, dan di sisi kiri atau kanan berjajar 16 (enam belas) perwujudan lainnya. Perwujudan Beliau di altar utama Kim Tek Ie*), salah satu Klenteng tertua di Indonesia adalah King Cee Koan Im (Koan Im Membawa Sutra Memberi Pelajaran Buddha Dharma Kepada Umat Manusia). Disamping itu, terdapat pula wujud Kwan Im Pho Sat dalam Chien Chiu Kwan Im / Jeng Jiu Kwan Im / Qian Shou Guan Yin. (Kwan Im Seribu Lengan / Tangan) sebagai perwujudan Beliau yang selalu bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang tulus dari umatnya.

Beberapa Legenda Dewi Kwan Im


Mengenal Dewi Kwan Im

Terdapat beberapa legenda lainnya terkait tentang asal-usul Dewi Kwan Im. Dalam kitab Hong Sin Yan Gi / Hong Sin Phang (“Penganugerahan Dewa”) disebutkan bahwa sebelum ia dikenal dengan sebagai Dewi Kwan Im, ia dikenal dengan nama Chu Hang. Ia merupakan salah satu murid dari Cap Ji Bun Jin (12 Murid Cian Kauw Yang Sakti).

Selain itu, menurut Kitab Suci Kwan Im Tek Too yang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im dilahirkan pada zaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun 403-221 SM terkait dengan legenda Puteri Miao Shan, anak dari Raja Miao Zhuang / Biao Cong / Biao Cuang Penguasa Negeri Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou di abad III SM.

Disebutkan bahwa Raja Miao Zhuang, tulis Wikipedia, sangat mendambakan seorang anak lelaki, tapi yang dimilikinya hanyalah 3 (tiga) orang puteri. Puteri tertua bernama Miao Shu (Biao Yuan), yang kedua bernama Miao Yin (Biao In) dan yang bungsu bernama Miao Shan (Biao Shan). Setelah ketiga puteri tersebut menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan istana dan memilih menjadi Bhikuni di Klenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan).

Berbagai cara diusahakan oleh Raja Miao Zhuang agar puterinya mau kembali dan menikah, namun Puteri Miao Shan tetap bersiteguh dalam pendirianNya. Pada suatu ketika, Raja Miao Zhuang habis kesabarannya dan memerintahkan para prajurit untuk menangkap dan menghukum mati sang puteri.

Setelah kematianNya, arwah Puteri Miao Shan mengelilingi neraka. Karena melihat penderitaan makhluk-makhluk yang ada di neraka, Puteri Miao Shan berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia.

Secara ajaib, doa yang diucapkan dengan penuh welas asih, tulus dan suci mengubah suasana neraka menjadi seperti surga. Penguasa Akherat, Yan Luo Wang, menjadi bingung sekali. Akhirnya arwah Puteri Miao Shan diperintahkan untuk kembali ke badan kasarNya. Begitu bangkit dari kematianNya, Buddha Amitabha muncul di hadapan Puteri Miao Shan dan memberikan Buah Persik Dewa. Akibat makan buah tersebut, sang Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, ke-tuaan dan kematian. Buddha Amitabha lalu menganjurkan Puteri Miao Shan agar berlatih kesempurnaan di gunung Pu Tuo, dan Puteri Miao Shan-pun pergi ke gunung Pu Tuo dengan diantar seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.

Sembilan tahun berlalu, suatu ketika Raja Miao Zhuang menderita sakit parah. Berbagai tabib termasyur dan obat telah dicoba, namun semuanya gagal. Puteri Miao Shan yang mendengar kabar tersebut, lalu menyamar menjadi seorang Pendeta tua dan datang menjenguk. Namun terlambat, sang Raja telah wafat. Dengan kesaktianNya, Puteri Miao Shan melihat bahwa arwah ayahNya dibawa ke neraka, dan mengalami siksaan yang hebat. Karena rasa bhaktiNya yang tinggi, Puteri Miao Shan pergi ke neraka untuk menolong.

Pada saat akan menolong ayahNya untuk melewati gerbang dunia akherat, Puteri Miao Shan dan ayahNya diserbu setan-setan kelaparan. Agar mereka dapat melewati setan-setan kelaparan itu, Puteri Miao Shan memotong tangan untuk dijadikan santapan setan-setan kelaparan. Setelah hidup kembali, Raja Miao Zhuang menyadari bahwa bhakti ketiga putrinya sangat luar biasa. Akhirnya sang Raja menjadi sadar dan mengundurkan diri dari pemerintahan serta bersama-sama dengan keluarganya pergi ke gunung Xiang Shan untuk bertobat dan mengikuti jalan Buddha.

Rakyat yang mendengar bhakti Puteri Miao Shan hingga rela mengorbankan tanganNya menjadi sangat terharu. Berbondong-bondong mereka membuat tangan palsu untuk Puteri Miao Shan. Buddha O Mi To Hud yang melihat ketulusan rakyat, merangkum semua tangan palsu tersebut dan mengubahNya menjadi suatu bentuk kesaktian serta memberikannya kepada Puteri Miao Shan. Lalu Ji Lay Hud memberiNya gelar Qian Shou Qian Yan Jiu Ku Jiu Nan Wu Shang Shi Guan Shi Yin Phu Sa, yang artinya Bodhisatva Kwan Im Penolong Kesukaran Yang Bertangan Dan Bermata Seribu Yang Tiada Bandingnya. Dalam kisah lain disebutkan bahwa pada saat Kwan Im Phu Sa diganggu oleh ribuan setan, iblis dan siluman, beliau menggunakan kesaktianNya untuk melawan mereka.

Ia berubah wujud menjadi Kwan Im Bertangan dan Bermata Seribu, dimana masing-masing tangan memegang senjata Dewa yang berbeda jenis. Kisah Kwan Im Lengan Seribu ini juga memiliki versi yang berbeda, di antaranya adalah pada saat Puteri Miao Shan sedang bermeditasi dan merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba kepalanya pecah berkeping-keping.

Buddha O Mi To Hud (Amitabha) yang mengetahui hal itu segera menolong dan memberikan “Seribu Tangan dan Seribu Mata, sehingga Beliau dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak kepada manusia.

Dalam legenda Puteri Miao Shan, disebutkan bahwa kakak-kakak Miao Shan bertobat dan mencapai kesempurnaan, lalu mereka diangkat sebagai Pho Sat oleh Giok Hong Siang Te. Puteri Miao Shu diangkat sebagai Bun Cu Pho Sat (Wen Shu Phu Sa) dan Puteri Miao Yin sebagai Po Hian Pho Sat (Pu Xian Phu Sa). Disebutkan juga bahwa pada saat pelantikan Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat, Puteri Miao Shan diberi 2 (dua) orang pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu Ni) atau “Gadis Kumala” dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong) atau “Jejaka Emas”.

Pada mulanya, Long Ni adalah cucu dari Raja Naga (Liong Ong), yang diberi tugas untuk menyerahkan mutiara ajaib kepada Kwan Im, sebagai rasa terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong puterinya. Namun ternyata Long Ni justru ingin menjadi murid Kwan Im dan mengabdi kepadaNya. Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua) versi legenda. Versi pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran Buddha. Ia ditemukan oleh To Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk dididik.

Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi You Ji) menyebutkan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo Sa Ni). Nama asliNya adalah Ang Hay Jie (Hong Hai Erl) atau si Anak Merah. Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan Im Pho Sat untuk mengatasiNya.

Akhirnya Ang Hay Jie berhasil ditaklukkan oleh Kwan Im Pho sat dan diangkat menjadi muridNya dengan panggilan Shan Cai. Dalam hal ini, banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa salah 1 (satu) pengawal Kwan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang penampilanNya memang mirip dengan Ang Hay Jie. Secara khusus terdapat perbedaan diantara keduaNya, Lie Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakiNya, sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah anak dari Lie King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.

Dalam sejumlah kitab Budhisme Tiongkok klasik, disebutkan ada 33 (tiga puluh tiga) rupa perwujudan Kwan Im Pho Sat, antara lain : 1. Kwan Im Berdiri Menyeberangi Samudera; 2. Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri diatas Naga; 3. Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu; 4. Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri; 5. Kwan Im Berdiri Membawa Anak; 6. Kwan Im Berdiri diatas Batu Karang/Gelombang Samudera; 7. Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu; 8. Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.

Selain perwujudan Beliau yang beraneka bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah penuh keanggunan .Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering juga ditampilkan berdampingan dengan Bun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau ditampilkan bertiga dengan : Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud – Kwan Im Pho Sat.

Sumber: beritamusi.com

Sekilas Tentang Mobil "Ketek" Jeep

Oleh: A. LATIF

Membicarakan mobil Jeep kita tidak boleh mengabaikan sejarah Perang Dunia II. Kala itu, untuk menjawab tantangan perang, militer Amerika Serikat dituntut untuk menciptakan sebuah kendaraan perang pengintai yang tangguh segala medan perang.

Ada tiga perusahaan otomotif di Amerika Serikat yang merespon kebutuhan kendaraan buat perang tersebut. Yakni Bantam Car Company, Ford, dan Willys-Overland Motor Company (WOMC).

WOMC sendiri sebelumnya bernama Overland Automotive Division of Standard Wheel Company (OADSWC), berdiri pada 1908. John North Willys kemudian membeli perusahaan ini pada 1912. Alhasil, namanya pun ikut berubah.

Tapi, WOMC bangkrut semasa Depresi Ekonomi terjadi di Amerika pada 1920-an. WOMC kemudian mengalami perubahaan struktur kepemilikan perusahaan. Namanya pun berubah lagi menjadi Willys-Overland Motors, Inc, (WOMI). Perusahaan ini memproduksi mobil Willys untuk kebutuhan masyarakat sipil seperti truk (Willys Overland) dan mobil penumpang.

Bantam Car Company menjadi saingan utama WOMI dan Ford guna merancang kebutuhan militer itu secara keseluruhan. Namun, Willys tak mau ketinggalan juga dengan merancang desain bernama “Go Devil” dengan “flat-head four cylinder engine”. Ford juga memiliki ide yang tak kalah cemerlang untuk menjawab kebutuhan itu, sesuai roh yang diinginkan pemerintah Amerika Serikat untuk kepentingan militernya.

Tapi, pilihan pemerintah akhirnya jatuh pada Willys. Willys kemudian mendapat julukan baru, yakni GPW. “G” untuk government (pemerintah), “P” untuk pigmy (kecil; istilah ini sebenarnya diciptkan oleh Ford) dan “W” untuk Willys.

Soal pemberian nama “Jeep” pun sebenarnya tak lepas dari berbagai rumor. Ada cerita yang menyebutkan kata “Jeep” berasal dari ungkapan “GP”, singkatan dari “general purpose” yang berarti banyak fungsi. Cerita lain menyebutkan “Jeep” adalah bahasa slang untuk hal untuk banyak tujuan yang luar biasa. Soalnya, pada tahun 1936, salah satu karakter dalam film kartun “The Popeye” diberi nama “Eugene the Jeep”, yang diplot memiliki kehebatan yang luar biasa!

Memang, tidak semua mobil Jeep itu ikut digunakan buat perang. Sebagian mampir ke Palembang, digunakan sebagai angkutan umum, lalu diberi nama "ketek". (dari beberapa sumber)

“Mobil Ketek” Itu Masih Ada

Hingga tahun 1990-an awal, angkutan umum di Palembang masih menggunakan Jeep Willis M38 Kanvas keluaran tahun 1952. Sebagian kecil Jeep Willis keluaran tahun 1948. Menariknya, masyarakat Palembang menyebut mobil ini “ketek”.

Mengapa disebut “ketek”? Ternyata jawabannya sederhana, mobil ini mengeluarkan suara seperti perahu ketek di sungai Musi, yang mengeluarkan suara “tek, ketek, ketek”, dan lajunya juga lamban seperti perahu ketek.

Meskipun penyamaan ini tidaklah begitu tepat, tapi masyarakat Palembang keburu menyebutnya “mobil ketek” hingga saat ini.

Tapi, sejak maraknya produksi mobil angkutan umum sejak awal tahun 1990-an, serta perawatan Jeep Willis yang sudah sulit dilakukan lantaran onderdilnya sulit didapatkan lagi, kendaraan ini pun hilang dari peredaran.

Angkutan umum yang masih menggunakan Jeep Willis terakhir kalinya berlangsung di Ampera-3-4 Ulu, Sekojo-Lemabang, dan Ampera-Tanggatakat. Setelah reformasi 1998, semua kendaraan itu raib seperti ditelan bumi.

Stir mobil ketek ini, ada yang di kanan dan ada yang di kiri. Mesinnya berjenis 4 WD, dan memiliki 4 gigi, termasuk gigi mundur.

Penggunaan bensin sangat boros. ”Tujuh kilometer perjalanan, mobil ini bisa menghabiskan 1 liter bensin,” kata Sangkut (60), warga Seberang Ulu I Palembang, yang masih mengoleksi Jeep Willis M38 Kanvas keluaran tahun 1952.

Dulunya, Sangkut memiliki puluhan Jeep Willis. Tapi semuanya sudah dijual, termasuk yang sudah dikoleksi Hotel Aryaduta.

Kendala yang dihadapi Sangkut sekarang ini adalah pengurusan pajak mobil yang menurutnya sangat susah diurus, lantaran nomor mesin yang sudah hilang karena berkarat, sehingga nomor mesin hilang. ”Pajaknya bisa diurus tetapi harus mengeluarkan biaya yang cukup besar sadangkan mobil yang ada dibengkel saya ini ada 6 mobil,” kata Sangkut.

Sumber: BERITA MUSI -- 11.11.2009

Sabtu, 29 Desember 2012

Ustaz-Ustazah Dapat Dana Operasional

Ustaz-Ustazah Dapat Dana Operasional

PALEMBANG - Sebanyak 1.500 ustaz dan ustazah di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mendapatkan dana operasional dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel. Penyerahan bantuan dipusatkan di Gedung Diklat Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), kemarin.

Asisten IV Bidang Administrasi dan Umum Setda Sumsel, Samuil Khotib mengatakan, bantuan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menyejahterakan para ustaz dan ustazah di Sumsel. Kegiatan ini merupakan program rutin pemerintah. “Tahun ini, ada 1.500 ustaz dan ustazah yang menerima bantuan dana operasional. Besarnya Rp 1,2 juta/orang yang akan diberikan per tahun,” katanya usai memberikan bantuan dana operasional ustaz dan ustazah, dan membuka pelatihan Lembaga Pembina serta Pengembangan TK Al-Qur'an (LPPTKA).

Menurutnya, tahun ini dana yang dianggarkan Rp3 miliar untuk bantuan dana operasional ustaz dan ustazah serta masjid di Sumsel. Angka tersebut memang belum mampu men-cover seluruh ustaz dan ustazah yang berjumlah 26 ribu. Pasalnya, terkendala pada anggaran yang sangat terbatas.

“Kami berharap, bantuan ini dapat memacu kinerja para ustaz dan ustazah dalam memberikan pelajaran agama kepada anak-anak. Sehingga mampu terbebas dari buta baca tulis Al-Qur'an.

Sementara itu, Ketua Umum DPW BKPRMI Sumsel, Alhanan Nasir Syukri, menambahkan, saat ini terdapat 9.000 TK dan TPA di Provinsi Sumsel yang diasuh oleh 29.423 ustaz dan ustazah. “Tahun ini, ada 1.500 ustaz dan ustazah yang mendapatkan bantuan dana operasional. Khusus untuk di Kota Palembang, yang dapat sebanyak 330 ustaz dan ustazah,” kata dia.

Ia menambahkan, masih banyaknya ustaz dan ustazah yang belum mendapatkan dana operasional harus menjadi perhatian pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. “Kami berharap, pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota terus meningkatkan anggaran. Sehingga seluruh ustaz dan ustazah di Sumsel mendapatkan dana operasional,” tukasnya. (cj4/via/ce4)

Sumatera Ekspres, Sabtu, 29 Desember 2012

Kamis, 27 Desember 2012

Mensyukuri Manfaat Sungai Musi

Mensyukuri Manfaat Sungai Musi

Oleh: Saladin
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Pemerhati masalah perkotaan dan pemukiman
di Seberang Ulu



Pembangunan yang terus dipacu di berbagai belahan wilayah Kota Palembang menunjukkan keseriusan pemerintah untuk menjadikan Kota Palembang sejajar dengan kota-kota besar lain di Indonesia, bahkan sejajar dengan kota-kota besar di dunia sesuai dengan motto pemerintah kota untuk menjadikan Kota Palembang sebagai kota internasional yang maju, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Kota Palembang tidak dapat dipisahkan dari Sungai Musi dan Jembatan Ampera dan sungai ini telah menjadi ikon Kota Palembang. Oleh karena itu, tindakan pemerintah kota untuk merevilitasi kawasan Sungai Musi adalah langkah yang sangat tepat, bahkan sangat strategis dan mendesak.

Jika kita sedikit melihat ke belakang, cetak biru pembangunan (baca: modernisasi) Kota Palembang pada beberapa dekade paskakemerdekaan telah "menganaktirikan Sungai Musi" dalam waktu cukup lama.

Terbukti dengan beberapa kali pergantian kepemimpinan, wajah Sungai Musi tak kunjung berubah, tetap kumuh, kotor dan semrawut. Hal ini terjai karena titik berat pembangunan saat itu lebih fokus di wilayah Seberang Ilir atau bagian utara Musi yang secara teknis lebih mudah dikembangkan, karena sebagian besar berupa lahan kering atau daratan.

Sedangkan wilayah Seberang Ulu atau bagian selatan Sungai Musi sulit dilakukan pembangunan karena sebagian besar merupakan lahan rawa pasang surut. Akibatnya kawasan tepian Sungai Musi den sebagian besar wilayah Seberang Ulu menjadi "halaman belakang" kota yang terlupakan.

Untunglah para penentu kebijakan di pemerintahan kota belakangan ini mulai menyadari bahwa konsep dan paradigma pembangunan kota terdahulu memiliki kekurangan. Seiring dengan lahirnya konsep dan paradigma pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, maka "kekuatan lokal" yakni Sungai Musi kembali menjadi orientasi dan fokus pembangunan atau dalam bahasa ilmiahnya disebut waterfront city development sebagaimana yang telah diterapkan di kota-kota lain di dunia.

Tidak ada salahnya jika pemerintah kota mencontoh Bangkok yang berhasil menata tepian Sungai Chaopraya karena tipologi kotanya mirip dengan Kota Palembang. Disamping memperbaiki kualitas lingkungan sungai melalui program revilitasasi, tindakan pemerintah kota menyelamatkan dan melestarikan situs bersejarah patut kita apresiasi. Di antaranya Benteng Kuto Besak, Kampung Arab, Kampung Cina, masjid, kelenteng, rumah limas dan berbagai situs lainnya yang berdiri di sepanjang tepian Sungai Musi. Begitu juga upaya positif pemerintah kota dalam memperbaiki kampung-kampung kumuh di kawasan Seberang Ulu.

Alangkah eloknya jika perkampungan kumuh tersebut pada akhirnya dapat menjelma mejadi perkampungan permanen dengan rumah-rumah yang memiliki ciri khas pemukiman tepi sungai dan menjadi proyek percontohan.

Semua upaya itu tentu saja tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan di tepian sungai, tetapi juga tak kalah pentingnya adalah sebagai sebagian dari upaya besar pemerintah bersama warga untuk membentuk dan memunculkan kegeniusan lokal yang betebaran di sepanjang Sungai Musi yang mungkin belum yang mungkin belum semuanya terungkap.

Tentu saja revitalisasi Musi sebaiknya tidak hanya terhenti pada kawasan Sungai Musi tapi juga harus dilanjutkan dengan penataan anak sungai di Seberang Ulu dan wilayah Seberang ilir yang terhubung dan bermuara di Sungai Musi. Karena sebagian besar anak sungai ini khususnya berada di kawasan Seberang Ulu telah terdegradasi oleh bangunan yang berdiri di sepanjang bahu sungai serta tingginya pembungan limbah rumah tangga.

Degradasi anak sungai ini terlihat sangat mencolok terutama pada musim kemarau atau di saat air sungai surut. Tentu saja hal ini menjadi pemandangan yang kontras jika dibandingkan dengan wilayah kota lainnya. Apalagi jika dikaitkan dengan dengan keberhasilan Kota Palembang meraih Piala Adipura untuk kesekian kalinya.

Kegiatan revitalisasi tepian sungai ini hendaknya bukan hanya terbatas pada perbaikan atau pemasangan tanggul-tanggul semata tetapi juga harus secara berkelanjutan membuka jalur jalan inspeksi dan jalur hijau yang dibuat secara baik dan nyaman yang dapat digunakan oleh pejalan kaki, roda dua dan bahkan roda empat jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran atau kondisi darurat.

Sehingga terbentuk akses jalan baru dan sekaligus menjadi alternatif bagi warga untuk menuju ke wilayah Seberang Ulu atau Seberang Ilir secara langsung dengan menggunakan sarana angkutan penyeberangan sungai tanpa harus berputar melalui Jembatan Ampera yang kahir-akhir ini lebih sering mengalami kemacetan.

Memang, untuk membuka akses dan jalur hijau tepian anak sungai ini bukanlah semudah membalikan telapak tangan, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak. Terobosan yang bersifat win-win solution adalah kata kunci untuk menjamin keberhaasilan program ini.

Sungai Musi telah ada sebelum kita, orang tua, atau bahkan nenek moyang kita lahir dan bermukim di Kota Palembang. Secara Geologis kehadirannya boleh jadi muncul bersamaan dengan terbentuknya dataran, lembah, gunung, hutan dan danau di Pulau Sumatera sesuai dengan cetak biru alam raya yang ada di "Lauh al Mahfuz". Puluhan generasi yang bermukim di tepian Sungai Musi telah menikmati dan merasakan berbagai manfaat dari kehadiran sungai ini.

Bahkan pada masa keemasan Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang Darussalam, Sungai Musi menjadi urat nadi dan lalu lintas utama perdagangan dan angkutan laut kerajaan. Dengan demikian panjang catatan sejarah dan kehadirannya, menurut hemat kami, Sungai Musi lebih dari sekedar sekedar memberi manfaat tapi merupakan berkah bagi Kota Palembang.

Di tengah krisis air bersih yang banyak dialami oleh kota-kota besar lain di Indonesia khususnya Kota Jakarta akhir-akhir ini, Sungai Musi tetap eksis sebagai penyuplai utama bahan baku air bersih bagi warga kota yang sepanjang pengatahuan kami belum pernah mengalami kekeringan bahkan pada saat musim kemarau sekalipun. Hingga kini kapasitas dan debit air Sungai Musi relatif tetap stabil sehingga sangat memadai untuk diambil secara mudah dan diproses menjadi air bersih oleh PDAM.

Boleh jadi bencana keringnya Sungai Musi masih "jauh panggang dari api," namun hal yang ada di depan mata yang cukup mengkhawatirkan kita adalah dengan adanya fakta yang menunjukkan bahwa air Musi saat ini tengah mengalami pencemaran.

.Meski masih dalam kategori sedang, namun jika tidak ditangani dengan baik, maka kondisi ini bukan tidak mungkin akan segera berubah menjadi tercemar berat. Limbah rumah tangga dan industri yang dibuang secara langsung ke sungai ditengarai menjadi penyebab utama turunnya kualitas air.

Hal ini tentu saja tidak hanya mengancam kehidupan biodata yang ada di dalam sungai tetapi juga dapat mengamcam kesehatan warga di sepanjang kawasan tepian yang mengkonsumsi langsung air ttersebut.

Disinilah dituntut peran aktif pemerintah untuk untuk sesegera mungkin melakukan langkah-langkah pengendalian pencemaran Sungai Musi melalui penerapan kebijakan AMDAL secara ketat bagi industri baru serta serta melakukan audit AMDAL terhadap industri-industri yang telah berdiri dan beroperasi di sepanjang sungai dan anak Sungai Musi.

Juga yang tak kalah penting adalah dengan mengadakan program penyuluhan yang berkaitan dengan perencanaan lingkungan dan sanitasi yang sehat bagi rumah tangga dengan melibatkan LSM dan pihak-pihak terkait.

Tentu saja pada akhirnya kesinambungan kebijakan menjadi kata kunci keberhasilan program revitalisasi Musi. Sudah selayaknya kebijakan pemerintah kota yang pro-lingkungan dan berpihak pada kepentingan masyarakat dipertahankan meskipun terjadi pergantian kepemimpinan. Pemimpin dan partai yang berkuasa boleh saja berganti, tetapi penataan dan pembangunan di kawasan tepian Sungai Musi tidak boleh berhenti. (*/ce1)

Sumatera Ekspres, Kamis, 27 Desember 2012

Rabu, 26 Desember 2012

Bagus Kuning

Bagus Kuning

Daerah ini terletak di Kecamatan Seberang Ulu II tepatnya di Kompleks Bagus Kuning Plaju yang merupakan Makam Ratu Bagus Kuning dan sampai saat ini masih dikeramatkan karena menurut legenda Ratu Bagus Kuning orang yang sakti dan sebagai penyambung risalah Rasulullah melalui para wali untuk menyebarkan agama Islam di daerah yang dikuasainya yaitu Kawasan Batanghari Sembilan pada abad ke XVI. Beliau mempunyai pengikut atau penghulu sebanyak 11 orang, yaitu:

1. Penghulu Gede

2. Datuk Buyung

3. Kuncung Emas

4. Panglima Bisu

5. Panglima Api6. Syekh Ali Akbar

7. Syekh Maulana Malik Ibrahim

8. Syekh Idrus

9. Putri Kembang Dadar

10. Putri Rambut Selako

11. Bujang Juaro

Ratu Bagus Kuning hingga akhir hayatnya tidak pernah menikah dan tidak pernah haid (tetap suci), selain itu kita dapat melihat monyet/kera jinak yang menurut cerita keturunan siluman kera yang pada waktu bertanding dengan Ratu Bagus Kuning mengalami kekalahan sehingga siluman kera bersumpah keturunannya akan menjadi pengikut setia Ratu Bagus Kuning. Hingga saat ini kera-kera tersebut ada dan jumlahnya tetap tidak kelihatan bertambah.

Bagus Kuning

Tarian Daerah Sumatera Selatan

Tari Gending Sriwijaya
Tari ini ditampilkan secara khusus untuk menyambut tamu-tamu agung seperti Kepala Negara, Duta Besar dan tamu-tamu agung lainnya. Tari Gending Sriwijaya hampir sama dengan tari Tanggai, perbedaannya terletak pada penggunaan tari, jumlah penari dan perlengkapan busana yang dipakai.

Penari Gending Sriwijaya seluruhnya 13 orang terdiri dari:

1. Satu orang penari utama pembawa tepak (tepak kapur sirih)

2. Dua orang penari pembawa paridon (perlengkapan tepak)

3. Enam orang penari pendamping (tiga dikanan dan tiga dikiri)

4. Satu orang pembawa payung kebesaran

5. Satu orang penyanyi Gending Sriwijaya

6. Dua orang pembawa Tombak

Tari Tanggai
Tari Tanggai dibawakan pada saat menyambut tamu-tamu resmi atau dalam acara pernikahan. Umumnya tari ini dibawakan oleh lima orang dengan memakai pakaian khas daerah seperti kain songket, dodot, pending, kalung, sanggul malang, kembang urai atau rampai, tajuk cempako, kembang goyang dan tanggai ini berbentuk kuku dan terbuat dari lempengan tembaga.

Tari Tenun Songket
Tari ini menggambarkan kegiatan remaja putri khususnya dan para ibu rumah tangga di Palembang pada umumnya memanfaatkan waktu luang dengan menenun songket.

Tari Rodat Cempako
Tari ini merupakan tari rakyat bernafaskan Islam. Gerak dasar tari ini diambil dari negara asalnya Timur Tengah, seperti halnya dengan Dana Japin dan Tari Rodat Cempako sangat dinamis dan lincah.

Tari Mejeng Besuko
Tari ini melukiskan kesukariaan para remaja dalam suatu pertemuan mereka. Mereka bersenda gurau mengajuk hati lawan jenisnya. Bahkan tidak jarang diantara mereka ada yang jatuh hati dan menemukan jodohnya melalui pertemuan seperti ini.

Tari Madik (Nindai)
Masyarakt Palembang mempunyai kebiasaan apabila akan memilih calon, orang tua pria terlebih dahulu datang ke rumah seorang wanita dengan maksud melihat dan menilai (madik dan niindai) gadis yang dimaksud. Hal yang dinilai atau ditandai itu, antara lain kepribadiannya serta kehidupan keluarganya sehari-hari. Dengan penindaian itu diharapkan bahwa apabila si gadis dijadikan menantu dia tidak akan mengecewakan dan kehidupan mereka akan berjalan langgeng sesuai dengan harapan pihak keluarga mempelai pria.

Selasa, 25 Desember 2012

Palembang Golf Club



Tanpa kekurangan lahan hijau nan indah, Indonesia merupakan tempat yang ideal untuk dikunjungi dan mencoba ayunan stick golf Anda. Mulai dari Kepulauan Riau, sampai Sumatra, Jakarta, Jawa, Bali Kalimantan, dan Papua, lapangan golf kelas dunia dapat ditemukan di pulau-pulau besar di Indonesia ini. Banyak diantaranya telah dirancang oleh legenda golf dunia seperti Jack Nicklaus, Ian Baker-Finch dan Arnold Palmer. Lansekap alam yang dramatis menjadi latar belakang yang sempurna bagi permainan golf Anda.

Bagi para pemain golf dari seluruh dunia, Indonesia menawarkan berbagai lapangan yang merefleksikan pemandangan daerah tersebut apakah itu sawah pantai atau deretan pegunungan. Keramahan Indonesia yang terkenal di seluruh dunia akan membuat permainan golf Anda lebih menyenangkan karena semua tindakan akan diusahakan untuk mencapai semua keinginan Anda. Akan sulit untuk menemukan caddy yang lebih cekatan untuk membantu meningkatkan permainan Anda selain di Indonesia.

Fasilitas:

- Club House
- Loker
- Kamar mandi
- Pro-Shop
- Restoran
- Golf Club untuk disewa
- Driving Range
- Total hole: 18
- Total Par: 72
- Total Jarak: 5743 Y

Type Course: Umum
Pemilik: Pertamina & PEMDA TK I


Rabu, 19 Desember 2012

Teater Dul Muluk



Dul Muluk merupakan salah satu seni tradisional di Sumatera Selatan. Teater Abdul Muluk pertama kali terinspirasi dari seorang pedagang keturunan arab yang bernama Wan Bakar. Dia datang ke Palembang pada abad ke-20 lalu menggelar pembacaan kisah petualangan Abdul Muluk Jauhari, anak Sultan Abdul Hamid Syah yang bertakhta di negeri Berbari di sekitar rumahnya di Tangga Takat, 16 Ulu. Acara itu menarik minat masyarakat sehingga datang berkerumun.

Sejak itu Wan Bakar sering diundang untuk membacakan kisah-kisah tentang Abdul Muluk pada berbagai perhelatan, seperti acara perkawinan, khitanan atau syukuran saat pertama mencukur rambut bayi.

Bersama murid-muridnya, antara lain Kamaludin dan Pasirah Nuhasan, Wan Bakar lalu memasukkan unsur musik gambus dan terbangan (sejenis musik rebana) sebagai pengiring. Bentuk pertunjukan pun diperkaya. Jika semula Wan Bakar menjadi wakil semua tokoh, kemudian para muridnya dilibatkan membaca sesuai tokoh perannya.

Pada tahun 1919, tercatat pertama kali pembacaan teks dibawakan dalam bentuk dialog disertai gerak tubuh sesuai peran masing-masing. Pertunjukan pun sudah di lapangan terbuka. Dalam perkembangan berikutnya, pelaku peran dilengkapi kostum khusus, sudah merias diri, dan menggunakan properti pertunjukan seadanya. Perangkat musik pun ditambah biola, gendang, tetawak (gong), dan jidur alias gendang ukuran besar.

Pertunjukan Dulmuluk sempat berada di puncak kejayaannya pada era 1960-an dan 1970-an. Ketika itu ada puluhan grup teater tradisi Dulmuluk. Dibeberapa tempat teater tradisi ini dikenal juga sebagai pertunjukan Johori. Istilah Johori berasal dari nama belakang tokoh utamanya, yang bernama lengkap Abdul Muluk Jauhari.

Sejarah dan Latar Belakang Dul Muluk
Teater Dul Muluk adalah teater daerah Sumatera Selatan yang lahir dan diciptakan dikotamadya Palembang, terbentuknya teater ini melalui tahapan yang panjang yang dimulai dari proses yang paling awal sejak pembacaan syair atau tutur, hingga menjadi teater utuh seperti sekarang ini. kata Dul Muluk sendiri berasal dari nama pemeran utamanya yang bernama Raja Abdulmuluk Jauhari. kesenian ini dibawa oleh seorang pedagang keliling yang masih mempunyai darah keturunan Arab yang bernama Wan Bakar ke Kota Palembang dengan sistem perdagangan. dulunya pada 1954 Wan Bakar bertempat tinggal di kampung tangga takat (16 ulu) Palembang.

Pria yang mempunyai nama lengkap Shecj Ahmad Bakar ini sering sekali melakukan perjalanan berdagang ke Singapura, Negeri Johor Malaysia, Kepulauan Riau, dan Pulau Bangka. Ia menyebarkan syair Dul Muluk dari mulut ke mulut menceritakannya kepada satu persatu masyarakat atau para sahabatnya yang datang dan bertamu ke rumahnya. Sedangkan dagangan yang ia jual yaitu rempah-rempah dan hasil hutan untuk di jual di kepulauan Riau, Singapura dan Malaysia, dan kemudian dari Singapura dan Malaysia Ia membawa barangdagangan berupa tekstil, keramik, dan barang-barang antik untuk dijual di Kepulauan Riau, Bangka, dan Palembang.

Selain ia membawa barang dagangan, ia juga membawa kitab-kitab bacaan yang berisikan hikayat baik dalam bentuk syair maupun cerita biasa untuk keperluan sendiri. Dan di antara kitab yang ia bawa terdapat kitab syair Abdulmuluk yang di bawa dari Singapura dalam tuliasan huruf Melayu atau yang sering di sebut tulisan Arab gundul, sedangakan syair Abdulmuluk ini sendiri di karang oleh seorang wanita yang bernama Saleha yaitu adik perempuan dari Raja Ali Haji Ibn Raja Achmad Ibn yang di pertuan muda Raja Haji FiSabilillah yang bertahta di Negeri Riau Pulau Penyengat Indra sakti pada abad ke19.

Ternyata kisah Raja Abdulmuluk ini berangsur-angsur tersebar keseluruh penjuru Kota Palembang dan sangat di gemari oleh masyarakat, karena ketertarikan tersebut maka akhirnya seluruh masyarakat yang yang mengemari Dul Muluk berkumpul dan membuat persatuan pecinta Dul Muluk. Semakin hari jumlah anggota persatuan ini semakin bertambah dan akhirnya tersebar ke seluruh Sumatera bahkan ke Eropa.

Berangsur-angsur waktu berjalan akhirnya tercetuslah ide dari para pencinta Syair Dul Muluk untuk menjadikan syair tersebut suatu pertunjukan atau pagelaran, Dan akhirnya pagelaran pertama kali Dul Muluk pun terlaksana pada 1910 hingga tahun 1930 adalah bentuk teater Dul Muluk yang masih asli, karena setelah tahun 1930 masuklah sandiwara dan bangsawan dari Jawa maka sedikit berpengaruh pada pertumbuhan Teater Dul Muluk di Palembang, Dan akhirnya setelah tahun 1942 Dul Muluk dimanfaatkan untuk propaganda pemerintah dan disuruh memakai pentas atau panggung.

Maka pada waktu itu teater Dul Muluk sangat digemari masyarakat. hampir setiap kenduri selalu dimeriahkan dengan pagelaran teater Dul Muluk yang diadakan pada malam hari menjelang atau setelah hari persedekahan, pagelaran diadakan semalam suntuk mulai dari pukul 20.30 hingga pukul 04.00 pagi hari nya.

Selasa, 18 Desember 2012

Sopir Taksi Lokal "Teriak"


Demo: Puluhan sopir taksi lokal melakukan demo di kantor Wali Kota, kemarin. Mereka menuntut Wako agar mencabut izin operasional taksi Blue Bird. Alasannya, kehadiran Blue Bird membuat penghasilan mereka berkurang



Pendapatan Turun, Blue Bird Tambah Armada



PALEMBANG – Puluhan sopir taksi yang tergabung dalam Primer Koperasi Angkatan Udara (Primkopau) Balido, dan Kotas mendatangi kantor Wali Kota Palembang, kemarin. Mereka menuntut Wako Eddy Santana Putra mencabut izin operasional PT Blue Bird Group di kota pempek ini.

Lho, apa masalah? Menurut para sopir tersebut, taksi Blue Bird tidak menggunakan tarif minimal yang diputuskan DPC Organda. Bahkan, Blue Bird akan menambah armada baru sebanyak 50 dari 100 unit yang ada.

Para sopir taksi lain pun resah. Lantaran jumlah kuota tersebut melebihi taksi lokal. Di samping, mereka mengaku pendapatannya setiap hari menurun lantaran banyak warga lebih memilih taksi Blue Bird daripada taksi lokal.

“Apabila tuntutan kita tidak dipenuhi, kita akan membawa massa lebih besar lagi ke kantor Wali Kota,” ujar Ican, seorang sopir taksi kepada wartawan. Sesuai SK DPC Organda No 020/kDPC-OGD/VI/2012 ditetapkan tarif minimal Rp20ribu walaupun jarak dekat.

Asisten III Setda Kota Palembang HMY Badaruddin menegaskan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan para sopir taksi lokal di Palembang. “Kita diminta mereka untuk mengevaluasi keberadaan Blue Bird karena menurut mereka Blue Bird tidak mematuhi peraturan organda soal argo. Jarak minimal walau dekat harus membayar Rp20 ribu, tetapi ada yang Rp13 ribu dan sebagainya,” ujarnya.

Langkah selanjutnya, kata Badaruddin, pihaknya telah menerima laporan dan akan meneruskan laporan tersebut ke Wali Kota Palembang. “Nanti kita laporkan dahulu ke Wali Kota karena beliau pengambil kebijakan. Langkah apa yagn dilakukan? Pak Wali lebih tepat dan paham akan persoalan."

Namun, jelas Badaruddin, para sopir taksi lokal juga sudah memahami bahwa manajemen Blue Bird itu bagus. “Mereka minta agar taksi lokal (selain Blue Bird) untuk lebih diprioritaskan. Nah, kalau soal pelayanan itu kembali kepada hak kita masing-masing mau memilih yang mana."

Sementara itu, Kepala Bidang Pengawasan Pengendalian dan Penindakan Operasi (Wasdalops) Dishub Kota Palembang Pathi Riduan mengatakan menindaklanjuti laporan dari taksi lokal tersebut pihaknya memanggil manajemen Blue Bird untuk konfimasi. “Yang jelas, komitmen yang sudah ada harus dipatuhi terlebih dahulu. Ke depan, kita dapat melakukan razia terhadap taksi yang menarik tarif tidak seusai dengan argo. Kita siap apabila memang butuh show force."

Sebenarnya, terang Pathi, pemeriksaan itu mudah. “Tidak mesti dari razia, sebab dapat diketahui juga dari pemeriksaan di balai pengujian. Kita dapat megetahui taksi itu sudah sesuai dengan aturan atau belum karena setiap enam bulan kendaraan itu mesti dilakukan pengujian. Tetapi yang jelas, pihaknya memfasilitasi siapapun untuk bersaing di bidang angkutan, seperti yang dilakukan Transmusi,” jelasnya.

Ketua DPC Organda kota Palembang, H Sunir Hadi mengungkapkan Blue Bird belum layak untuk menambah armada karena jumlah taksi yang ada sudah lebih dari mencukupi. “Hasil survey kita belum layak adanya penambahan armada,” ungkapnya singkat.

Sementara itu, Kepala Cabang Blue Bird Wilayah Palembang Rudi Alwazan mengatakan tudingan para taksi lokal bahwa Blue Bird tidak menerapkan tarif minimal itu tidak benar. “Kita sudah menaati setiap peraturan yang ditetapkan. Kalaupun nanti ada sweeping, kita sangat menyambut baik. Tetapi sweeping itu jangan hanya berlaku untuk Blue Bird, tetapi dilakukan juga kepada taksi yang lain,” ungkapnya

Mengenai rencana untuk penambahan armada, Rudi mengakui rencana tersebut benar. “Kita dapat izin menambah 100 unit, tetapi tahap awal kita akan tambah 50 unit dahulu. Realisasinya, kalau tidak ada halangan akan datang awal Januari nanti,” terangnya.

Dia mengakui, kebutuhan taksi di Palembang masih kurang. Hal itu berdasarkan analisa kelayakan usaha yang dilakukan Blue Bird di Palembang. Karena rata-rata masyarakat banyak kecewa dengan pelayanan taksi lokal.

Penambahan itu, terangnya, didasarkan pada kebutuhan customer sebab armada yang ada sudah tidak dapat menampung kebutuhan masyarakat. Dalam sehari, ada sekitar 1.800 customer yang order taksi Blue Bird. “Kita sebenarnya ingin mengajak para taksi lokal untuk bersama-sama meningkatkan pelayanan. Kita berharap mari kita bersaing secara sehat dan tingkatkan pelayanan masing-masing. Apabila pelayanan baik, maka dengan sendirinya masyarakat memilih taksi itu,” ungkapnya (cj7)

Sumatera Ekspres, Selasa, 18 Desember 2012

Minggu, 16 Desember 2012

Wayang Tiongkok Nyaris Hilang


Ilustrasi Wayang Tiongkok (LEMABANG 2008 Image).

PALEMBANG -- Keberadaa kesenian tradisional makin memprihatikan saja. Teknologi yang kian berkembang membuat life style dan minat masyarakat bergeser. Patokannya ke budaya-budaya yang lebih modern. Akibatnya seni budaya tradisional pun terabaikan.

Pengurus Grup Wayang Tiongkok Sam Kau Bun Gei Siah, Acit, mengakui demikian. "Pertunjukan wayang orang asal Tiongkok ini sudah jarang sekali. Padahal wayang tersebut sangat menarik dan punya makna kehidupan di setiap ceritanya," ujar Acit kepada koran ini, kemarin (14/12).

Saat ini grup wayang Tiongkok yang ada di Palembang hanya ada dua grup. "Padahal warga keturunan Tiongkok di Palembang sendiri telah mencapai ribuan, namun kebanyakan yang menyukai kesenian ini kalangan orang tua," ujarnya.

Oleh karena itu, untuk menarik dan mengajak kalangan muda menonton wayang orang, pada setiap penampilan, pihaknya akan membuat cerita wayang yang mengisahkan percintaan anak muda. "Penggemar wayang Tiongkok ini mayoritas kalangan orang tua yang rindu masa kecil, temanya kita sesuaikan dengan kegemaran penonton. Kia selingi dengan tema anak muda agar menarik minat kalangan muda Tionghoa," katanya.

Dia menjelaskan, Sam Bun Gei Siah sendiri merupakan perkumpulan grup wayang Tiongkok yang eksistensinya sudah sangat jarang tampil dalam sebuah kesempatan, bahkan di kalangan generasi muda Tionghoa sendiri banyak yang tidak mengenal lagi kesenian tradisional ini.

Beum lama ini, lanjut dia, grup wayang Sam Kau Bun Siah sempat menampilkan pertunjukan wayang orang di Kelenteng Liong Toh Kiong, Jl Dr M Isa. "Saat HUT Dewa, grup wayang kita biasanya dilibatkan pementasan kesenian untuk menghibur umat yang memperingati HUT Dewa," tuturnya.

Selain hiburan, juga sebagai upaya pelestarian dari pengurus Kelentang. Saroni, Ketua Kelenteng Liong Toh Kiong mengungkapkan, pada saat perayaan HUT Dewa, pihaknya sengaja memberikan hiburan wayang Tiongkok kepada para warga keturunan Tiognhoa yang datang ke kelenteng.

"Wayang Tiongkok sudah jarang sekali kita temui. Tidak semua kelenteng menampilkan wayang. Tapi kita ingin ikut melestarikannya agar tidak punah," ungkap dia. Selain itu agar generasi muda mengenal dan ikut berupaya melestarikan kebudayaan leluhur tersebut.

Pertunjukkan wayang Tiongkok menampilkan cerita-cerita tentang leluhur warga keturunan Tionghoa. Kebanyakan menampilkan cerita klasik berdasarkan penuturan para tetua atau didongengkan dari ibu ke anak. (ce15/ce1)

Sumatera Ekspres, Sabtu, 15 Desember 2012

Danau Ranau Masih Menawan


Pemandangan Danau Ranau yang terletak di Kabupaten OKU Selatan, Provinsi Sumsel yang hingga kini masih asri dan belum banyak tersentuh

MUARADUA - Lokasi wisata Danau Ranau, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKU Selatan), masih menarik untuk dikunjungi.

"Tapi sayang, lokasinya agak jauh dari Kota Palembang. Perjalanan enam jam, tanpa paket pendukung diperjalanan terasa membosankan," ujar Usman Effendi, pengurus Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Sumsel.

Danau terluas kedua di Pulau Sumatera, setelah Danau Toba di Sumatera Utara, merupakandanau volcano masih menyajikan pemandangan alami dan belum banyak sentuhan.

Pemandangan pagi hari, beberapa perahu pencari ikan menjadi sajian menarik. Nelayan memasang jaring untuk diangkat menjelang sore. Atau melepas jaring menjelang malam, untuk dipanen menjelang pagi.

Danau Ranau merupakan danau bentukan dari letusan besar pada zaman purba. Menurut kajian kalangan geologi, danau terbentuk akibat letusan volkano sekitar 2 juta tahun lalu dan menyisakan kaldera di bawah permukaan air.

Danau yang berada persis berada di atas Patahan Semangka, yang membentang sepanjang 1.200 kilometer dari ujung Aceh sampai ke Selatan sampai ke Lampung Selatan.
Penulis : Sutrisman
Editor : Soegeng Haryadi
Sriwijaya Post - Jumat, 14 Desember 2012

Rabu, 12 Desember 2012

Kerajinan Palembang

1. Sewet Songket
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *




Sewet Songket adalah kain yang biasanya dipakai atau dikenakan sebagai pembalut bagian bawah pakaian wanita. Biasanya sewet ini berteman dengan kemben atau selendang.

Bahan Sewet Songket ini ditenun secara teliti dengan menggunakan benang. Ciri khas songket Palembang terletak pada kehalusan dan keanggunannya sangat menonjol serta motifnya tidak sama dengan motif kain songket daerah lain.

Oleh karena itu sewet songket ini dibuat dengan bahan yang halus dan seni yang tinggi, maka harganya cukup mahal. Biasanya dipakai pada waktu tertentu pada saat perayaan perkawinan.

Pakaian Songket lengkap dan dikenakan oleh penganten, biasanya dengan Aesan Gede (kebesaran), Aesan Penganggon (paksangko), Aesan Selendang mantri, Aesan Gandek (gandik) dan sebagainya.

Macam-macam Kain Songket

1. Songket benang mas Lepus dan warna warni

2. Songket benang mas Lepus biasa

3. Songket benang mas Lepus Jando Beraes

4. Songket benang Jando Penganten

5. Songket benang emas Bungo Inten

6. Songket benang emas Tretes Midar atau Bidar

7. Songket benang emas Pulir Biru

8. Songket benang emas Kembang Siku Hijau

9. Songket benang emas Bungo Cino

10. Songket benang emas Pacik

11. Songket benang emas Cukitan

2. Sewet TanjungA
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *


Sewet Tajung adalah kain yang khusus dipakai untuk laki-laki. Kalau wanita ada kain Tajung khususnya pula yang disebut dengan kain Tajung Blongsong. Sedangkan kain Tajung khusus untuk pria adalah yang disebut dengan Gebeng dan ada lagi yang disebut dengan Tajung Rumpak atau Tajung Bumpak. Sewet Tajung ini dalam pembuatannya memakai benang emas walau tak penuh.

Macam-macam Sewet Tajung adalah:

1. Limar

2. Limar Patut

3. Petak-petak berwarna

4. Geribik

5. Belongsong

3. Sewet Pelangi dan Jumputan
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *




Kain Pelangi ini sangat beraneka ragam dan sangat indah. Bahannyapun dari benang kain sutra serta cat khusus yang tidak luntur. Pembuatannya tetap secara tradisional.

Sewet Pelangi permukaannya licin dan halus serta bisa dikepal dengan tangan sedangkan kain atau sewet jumputan itu bunga-bunganya tampak seperti dijemput-jemput dengan benang sewaktu perebusan sehingga selesainya menjadi indah dan bagus.

4. Sewet Peradan
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *


Sewet peradan disebut juga Sewet Prada. Kain yang sudah jadi kemudian di Prada dengan cat emas yang khusus untuk mengecat kain. Biasanya kain yang di Prada adalah kain yang bagus baik bahan maupun motifnya.

5. Sewet Batik Palembang
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *




Selain kain-kain yang disebut diatas ada juga kain Batik. Batik Palembang mempunyai ciri khusus dengan motif yang halus dan warnanya yang manggis. Sewet Batik Palembang yang terkenal adalah Sewet Batik Jepri dan Batik Lasem.

6. Seni Ukir
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *




Dalam pola atau bentuk ukiran kayu, dua elemen penting yang tidak dapat dipisahkan dari penjelmaan sesuatu pola, khususnya dalam motif dan teknik penyusunan selain berfungsi sebagai nilai artistik dan ventilasi (lobang angin) juga mempunyai fungsi bermakna filosofi.

Seperti kita temui di bangunan-bangunan lama rumah Palembang dan bangunan lainnya banyak ditemui ukiran-ukiran kayu yang indah dan menarik sehingga menampakkan keanggunan dan keagungan budaya negeri dan masyarakat pembuatnya.

Museum Bala Putra Dewa



Museum ini dibangun pada tahun 1877 dengan arsitektur tradisional Palembang di atas area seluas 23.565 meter persegi dan diresmikan pada tanggal 5 November 1984. Pada mulanya museum ini bernama Museum Negeri Propinsi Sumatera Selatan, selanjutnya berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1223/1999 tanggal 4 April 1990. Museum ini diberi nama Museum Negeri Propinsi Sumatera Selatan “Bala Putra Dewa”

Nama Bala Putra berasal dari nama seorang raja Sriwijaya yang memerintah pada abad VIII-IX yang mencapai kerajaan maritim.

Di museum ini terdapat koleksi yang menggambarkan corak ragam kebudayaan dan alam Sumatera Selatan. Lokasinya terdiri berbagai benda histrografi, etnografi, feologi, keramik, teknologi modern, seni rupa, flora dan fauna serta geologi. Selain terdapat rumah limas dan Rumah Ulu Ali, kita dapat mengunjunginya dengan menggunakan kendaraan umum trayek km 12.

Selasa, 11 Desember 2012

Danau Ranau



Danau Ranau terletak di Kecamatan Banding Agung, Kabupaten Oku Selatan, Sumatera Selatan. Wisata air ini masuk dalam kategori danau terbesar dengan luas 8 x 16 kilometer persegi. Panorama alam yang memukau sangat mendukung danau ini. Keistimewaanya bertambah dengan latar belakang Gunung Seminung dan dikelilingi oleh bukit dan lembah, serta air danau yang sangat jernih.

Konon danau ini terbentuk karenai gempa dan letusan vulkanik dari gunung berapi. Akibat proses alam tersebut sehingga membentuk cekungan besar. Sungai yang pada awalnya mengalir di kaki gunung berapi itu menjadi sumber air yang mengisi cekungan tersebut. Lambat laun cekungan tersebut penuh dan memebentuk sebuah danau.

Setelah cekungan tersebut penuh, mulailah di sekeliling danau ditumbuhi banyak tanaman, salah satunya tumbuhan semak. Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama ranau. Oleh sebab itu, danau ini dinamakan Danau Ranau. Dan, sisa gunung api yang meletus, kini bertengger di tepi danau dan disebut Gunung Seminung. Tidak lupa di tengah danau juga terdapat pulau yang bernama Pulau Marisa.

Selain Gunung Seminung dan dan Pulau Marisa, di sekitar danau ini juga terdapat air Terjun Subik dan air panas alam yang keluar dari dasar danau. Lain dengan air panas, air terjun ini berada di sekitar danau. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui pepatah ini sangat tepat untuk wisata Danau Ranau karena banyaknya objek yang dapat ditemui di kawasan ini.

Danau Ranau berjarak sekitar 342 kilometer dari Kota Palembang, 130 kilometer dari Kota Baturaja, dan 50 kilometer dari Muara Dua, Ibukota Oku Selatan. Perjalanan ini bisa ditempuh menggunakan kendaraan pribadi. Dengan keadaan jalan yang sudah beraspal, wisatawan akan merasa nyaman saat berkunjung ke lokasi ini.

Wisatawan juga bisa memulai perjalanan dari Bandar Lampung, dengan melewati Bukit Kemuning dan Liwa. Bagi yang ingin bermalam, di lokasi ini juga disediakan wisma-wisama yang dapat disewa oleh wisatawan. Perjalanan pastinya akan memberikan cerita menyenangkan untuk liburan Anda.

Selasa, 04 Desember 2012

Legenda Si Pahit Lidah

Legenda Si Pahit Lidah


Tersebutlah kisah seorang pangeran dari daerah Sumidang bernama Serunting. Anak keturunan raksasa bernama Putri Tenggang ini, dikhabarkan berseteru dengan iparnya yang bernama Aria Tebing. Sebab permusuhan ini adalah rasa iri-hati Serunting terhadap Aria Tebing.

Dikisahkan, mereka memiliki ladang padi bersebelahan yang dipisahkan oleh pepohonan. Dibawah pepohonan itu tumbuhlah cendawan. Cendawan yang menghadap kearah ladang Aria tebing tumbuh menjadi logam emas. Sedangkan jamur yang menghadap ladang Serunting tumbuh menjadi tanaman yang tidak berguna.

Perseteruan itu, pada suatu hari telah berubah menjadi perkelahian. Menyadari bahwa Serunting lebih sakti, Arya Tebing menghentikan perkelahian tersebut. Ia berusaha mencari jalan lain untuk mengalahkan lawannya. Ia membujuk kakaknya (isteri dari Serunting) untuk memberitahukannya rahasia kesaktian Serunting.

Menurut kakaknya Aria Tebing, kesaktian dari Serunting berada pada tumbuhan ilalang yang bergetar (meskipun tidak ditiup angin). Bermodalkan informasi itu, Aria Tebing kembali menantang Serunting untuk berkelahi.

Dengan sengaja ia menancapkan tombaknya pada ilalang yang bergetar itu. Serunting terjatuh, dan terluka parah. Merasa dikhianati isterinya, ia pergi mengembara.

Serunting pergi bertapa ke Gunung Siguntang. Oleh Hyang Mahameru, ia dijanjikan kekuatan gaib. Syaratnya adalah ia harus bertapa di bawah pohon bambu hingga seluruh tubuhnya ditutupi oleh daun bambu. Setelah hampir dua tahun bersemedi, daun-daun itu sudah menutupi seluruh tubuhnya. Seperti yang dijanjikan, ia akhirnya menerima kekuatan gaib. Kesaktian itu adalah bahwa kalimat atau perkataan apapun yang keluar dari mulutnya akan berubah menjadi kutukan. Karena itu ia diberi julukan si Pahit Lidah.

Ia berniat untuk kembali ke asalnya, daerah Sumidang. Dalam perjalanan pulang tersebut ia menguji kesaktiannya. Ditepian Danau Ranau, dijumpainya terhampar pohon-pohon tebu yang sudah menguning. Si Pahit Lidah pun berkata, "jadilah batu." Maka benarlah, tanaman itu berubah menjadi batu. Seterusnya, ia pun mengutuk setiap orang yang dijumpainya di tepian Sungai Jambi untuk menjadi batu.

Namun, ia pun punya maksud baik. Dikhabarkan, ia mengubah Bukit Serut yang gundul menjadi hutan kayu. Di Karang Agung, dikisahkan ia memenuhi keinginan pasangan tua yang sudah ompong untuk mempunyai anak.

Bukti Batu Gajah Di Pasemah akibat "Kutukan" Si Pahit Lidah

Legenda Si Pahit LidahNurhadi Rangkuti meraba-raba batu gajah sambil menjelaskan torehan gelang kaki pada wujud tokoh manusia yang memegang gajah, yang merupakan benda koleksi Museum Balaputradewa di Palembang.

Si Pahit Lidah sungguh sakti kata-katanya. Setiap serapah sumpah yang keluar dari mulutnya yang berlidah pahit kontan akan membuat benda yang dikutuk menjadi batu. Begitu kira-kira dongeng lisan masyarakat Pasemah di kawasan Lahat dan Pagar Alam di Sumatera Selatan.

Kesaktian tokoh suci folklorik itu menjadi salah satu hiasan info populer perihal banyaknya arca batu dan batu bertatahkan torehan bentuk manusia dan binatang.

Cerita rakyat itu hanya imbuhan karena para pakar arkeologi sejak zaman penjajahan Belanda hingga kini masih terkagum- kagum dan takjub dengan adanya peninggalan budaya masa lampau, konon ditaksir sudah sejak beratus-ratus tahun silam.

Lokasi situs megalitik itu letaknya di alam bumi Pasemah Lahat dan Pagar Alam, sekitar 500-an kilometer dari Palembang, di dataran tinggi antara 750 meter-1.000 meter di kaki Gunung Dempo dari Pegunungan Bukit Barisan dan daerah aliran hulu Sungai Musi dan anak-anak sungainya.

Ahli arkeologi Belanda sejak EP Tombrink (1827), Ulmann (1850), LC Westernenk (1921), Th van der Hoop (1932) dan lainnya sejak dulu berusaha memecahkan misteri ilmiah keberadaan kompleks situs megalitik yang penuh serakan peninggalan arkeologi.

"Van den Hoop tercatat membawa batu bundar ini ke Palembang, sekitar tahun 1930-an tanpa penjelasan rinci," ujar Drs Nurhadi Rangkuti MSi (49), Kepala Balai Arkeologi Sumatera Bagian Selatan, akhir Februari lalu, saat menjelaskan batu besar berhiasan unik yang kini koleksi Museum Balaputradewa di kota Palembang.

Batu bundar macam telur besar pejal asal Kotoraya di Lahat mencolok sekali tatahan dan goresannya berbentuk gajah dan manusia. Perhatikan hiasan pahatannya, menggambarkan seorang manusia sedang menggapit seekor gajah. Tokoh itu mengenakan tutup kepala macam ketopong, telinganya mengenakan semacam anting dan mengenakan juga kalung leher. Kakinya mengenakan gelang kaki yang diduga berbahan logam. Di punggung manusia itu ada sebentuk nekara, tetapi wajahnya berbibir tebal, hidung pesek dan pendek, mata lonjong dan badannya terkesan bungkuk. Di pinggangnya terdapat senjata tajam, ujar Nurhadi yang mengaku belum pernah mengukur rinci besar dan bobot batu andesit itu.

"Dari ujung belalai sampai ke ekor gajahnya, sekitar 2,7 meter. Di balik relief gajah ini, ada pula bentuk seekor babi bertaring panjang dengan dua tokoh manusia."

Peninggalan tradisi megalitik itu amat terkenal di dunia kajian arkeologi karena, selain diduga dari masa prasejarah, tradisi batu besar itu pun berlanjut sampai kini. Bentuk peninggalan megalitik lainnya di wilayah Pasemah, selain batu gajah dan beberapa arca besar lainnya yang kini ada di Palembang, di Pagar Alam juga masih banyak peninggalan arkeologi berupa arca batu besar, alat-alat batu, tembikar, bilik batu dan menhir.

Khususnya di situs bilik batu, terdapat lukisan menggambarkan manusia sedang menggamit seekor kerbau dengan warna merah bata, hitam, dan kuning oker. Selain itu, juga ada lukisan aneka bentuk lukisan manusia, binatang, dan burung dengan kombinasi warna merah, kuning, putih, dan hitam.

"Seluruh peninggalan budaya prasejarah itu memberikan informasi bahwa pada masa lampau di daerah hulu Sungai Musi sudah terdapat hunian awal manusia, di daerah tepian sungai pada bidang tanah yang tinggi. Hunian yang lebih sedikit maju ditemukan di daerah kaki Gunung Dempo di sekitar kota Pagar Alam sekarang. Di daerah ini ditemukan banyak sekali arca megalit dan bilik-bilik batu yang berhiaskan lukisan…," tulis arkeolog Bambang Budi Utomo.

Kompas

Pengaruh Kerajaan Sriwijaya Membawa Budaya Melayu Ke Nusantara dan Asia Tenggara

Oleh Zaki Setiawan

Kerajaan Sriwijaya berpusat di daerah yang sekarang dikenal sebagai Palembang di Sumatra. Pengaruhnya amat besar meliputi Indonesia, Semenanjung Malaysia dan Filipina. Kerajaan yang menjadi cikal bakal Melayu tua ini menjadi sponsor utama penyebaran budaya dan bahasa melayu. Walaupun tidak mengklim sebagai sumber dari budaya melayu seperti di Semenanjung Melayu, tetapi kemelayuan kerajaan Sriwijaya tidak dapat dtolak. Bahkan peran Kerajaan Sriwijaya dalam memperluas budaya melayu jauh lebih besar dari pada kerajaan-kerajaan yang mengklim sebagai kerajaan melayu di seperti Kerajaan Melayu di semenanjung melayu dan Kerajaan Kedah.

Kekuasaan Sriwijaya merosot pada abad ke-11. Kerajaan Sriwijaya mulai ditaklukkan oleh berbagai kerajaan Jawa, pertama oleh kerajaan Singosari (Singhasari) dan akhirnya oleh kerajaan Majapahit. Malangnya, sejarah Asia Tenggara tidak didokumentasikan dengan baik. Sumber sejarahnya berdasarkan laporan dari orang luar, prasasti dan penemuan arkeologi, artifak seperti patung dan lukisan, dan hikayat.

Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya agama Hindu dan kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Agama Buddha diperkenalkan di Sriwijaya pada tahun 425 Masehi. Sriwijaya merupakan pusat terpenting agama Buddha Mahayana. Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melewati perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9. Pada masa yang sama, agama Islam memasuki Sumatra melalui Aceh yang telah tersebar melalui hubungan dengan pedagang Arab dan India. Pada tahun 1414 pangeran terakhir Sriwijaya, Parameswara, memeluk agama Islam dan berhijrah ke Semenanjung Malaya dan mendirikan Kesultanan Melaka.

Agama Buddha aliran Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana disebarkan di pelosok kepulauan nusantara dan Palembang menjadi pusat pembeljaran agama Buddha. Pada tahun 1017, 1025, dan 1068, Sriwijaya telah diserbu raja Chola dari kerajaan Colamandala(India) yang mengakibatkan hancurnya jalur perdagangan. Pada serangan kedua tahun 1025, raja Sri Sanggramawidjaja Tungadewa ditawan. Pada masa itu juga, Sriwijaya telah kehilangan monopoli atas lalu-lintas perdagangan Tiongkok-India. Akibatnya kemegahan Sriwijaya menurun. Kerajaan Singasari yang berada di bawah naungan Sriwijaya melepaskan diri. Pada tahun 1088, Kerajaan Melayu Jambi, yang dahulunya berada di bawah naungan Sriwijaya menjadikan Sriwijaya taklukannya. Kekuatan kerajaan Melayu Jambi berlangsung hingga dua abad sebelum akhirnya melemah dan takluk di bawah Majapahit.

Kekaisaran Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I-tsing. Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara maritim. Negara ini tidak memperluas kekuasaannya diluar wilayah kepulauan Asia Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi untuk populasi Madagaskar sejauh 3.300 mil di barat. Sekitar tahun 500, akar Sriwijaya mulai berkembang di wilayah sekitar Palembang, Sumatera. Kerajaan ini terdiri atas tiga zona utama - daerah ibukota muara yang berpusatkan Palembang, lembah Sungai Musi yang berfungsi sebagai daerah pendukung dan daerah-daerah muara saingan yang mampu menjadi pusat kekuasan saingan. Wilayah hulu sungai Musi kaya akan berbagai komoditas yang berharga untuk pedagang Tiongkok. Ibukota diperintah secara langsung oleh penguasa, sementara daerah pendukung tetap diperintah oleh datu setempat.

Dari Prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang Jayanasa, Kerajaan Minanga takluk di bawah pemerintahan Sriwijaya. Penguasaan atas Malayu yang kaya emas telah meningkatkan prestise kerajaan.

Berdasarkan Prasasti Kota Kapur yang yang berangka tahun 682 dan ditemukan di pulau Bangka, Pada akhir abad ke-7 kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera, pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Jayanasa telah melancarkan aksi militer untuk menghukum Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.

Di abad ke-7, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan di Sumatera yaitu Malayu dan Kedah dan tiga kerajaan di Jawa menjadi bagian kemaharajaan Sriwijaya. Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara dan Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini pula wangsa Melayu-Budha Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa disana. Di abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan. Di masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya.

Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan Sriwijaya mengontrol dua pusat perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja. Di abad ke-7, pelabuhan Cham di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina. Kota Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8 berada di bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja Khmer Jayawarman II, pendiri imperium Khmer, memutuskan hubungan dengan kerajaan di abad yang sama.

Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis, Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di Jawa Tengah yang selesai pada tahun 825.

Di abad ke-9, wilayah kemaharajaan Sriwijaya meliputi Sumatera, Sri Lanka, Semenanjung Malaya, Jawa Barat, Sulawesi, Maluku, Kalimantan, dan Filipina. Dengan penguasaan tersebut, kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim yang hebat hingga abad ke-13.

Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, dinyatakan bahwa pada abad ke-9 Sriwijaya telah memperluas pengaruh politik, sosial, budaya dan ekonomi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Kamboja, dan Vietnam Selatan. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan biaya atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengakumulasi kekayaannya sebagai pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan India.

Minanga merupakan kekuatan pertama yang menjadi pesaing Sriwijaya yang akhirnya dapat ditaklukkan pada abad ke-7. Kerajaan Melayu ini, memiliki pertambangan emas sebagai sumber ekonomi dan kata Swarnnadwipa (pulau emas) mungkin merujuk pada hal ini. Dan kemudian Kedah juga takluk dan menjadi daerah bawahan.

Pada masa awal, Kerajaan Khmer juga menjadi daerah jajahan Sriwijaya. Banyak sejarawan mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani, Thailand Selatan, sebagai ibu kota terakhir kerajaan tersebut, pengaruh Sriwijaya nampak pada bangunan pagoda Borom That yang bergaya Sriwijaya. Setelah kejatuhan Sriwijaya, Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang) Chaiya, Thatong (Kanchanadit), dan Khirirat Nikhom.

Sriwijaya juga berhubungan dekat dengan kerajaan Pala di Benggala, dan sebuah prasasti berangka 860 mencatat bahwa raja Balaputra mendedikasikan seorang biara kepada Universitas Nalada, Pala. Relasi dengan dinasti Chola di India selatan cukup baik dan kemudian menjadi buruk setelah Rajendra Coladewa naik tahta dan melakukan penyerangan di abad ke-11.

Di tahun 902, Sriwjaya mengirimkan upeti ke China. Dua tahun kemudian raja terakhir dinasti Tang menganugerahkan gelar kepada utusan Sriwijaya. Dari literatur Tiongkok utusan itu mempunyai nama Arab hal ini memberikan informasi bahwa pada masa-masa itu Sriwijaya sudah berhubungan dengan Arab yang memungkinkan Sriwijaya sudah masuk pengaruh Islam di dalam kerajaan.

Pada paruh pertama abad ke-10, diantara kejatuhan dinasti Tang dan naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong, kerajaan Nan Han. Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada tahun 903, penulis Muslim Ibnu Batutah sangat terkesan dengan kemakmuran Sriwijaya. Daerah urban kerajaan meliputi Palembang (khususnya Bukit Seguntang), Muara Jambi dan Kedah.

Meskipun Sriwijaya hanya menyisakan sedikit peninggalan arkeologi dan terlupakan dari ingatan masyarakat Melayu pendukungnya, penemuan kembali kemaharajaan bahari ini oleh Coedès pada tahun 1920-an telah membangkitkan kesadaran bahwa suatu bentuk persatuan politik raya, berupa kemaharajaan yang terdiri atas persekutuan kerajaan-kerajaan bahari, pernah bangkit, tumbuh, dan berjaya di masa lalu.

Berdasarkan Hikayat Melayu, pendiri Kesultanan Malaka mengaku sebagai pangeran Palembang, keturunan keluarga bangsawan Palembang dari trah Sriwijaya. Hal ini menunjukkan bahwa pada abad ke-15 keagungan, gengsi dan prestise Sriwijaya tetap dihormati dan dijadikan sebagai sumber legitimasi politik bagi penguasa di kawasan ini.

Di samping Majapahit, kaum nasionalis Indonesia juga mengagungkan Sriwijaya sebagai sumber kebanggaan dan bukti kejayaan masa lampau Indonesia. Kegemilangan Sriwijaya telah menjadi sumber kebanggaan nasional dan identitas daerah, khususnya bagi penduduk kota Palembang, provinsi Sumatera Selatan, dan segenap bangsa Melayu. Bagi penduduk Palembang, keluhuran Sriwijaya telah menjadi inspirasi seni budaya, seperti lagu dan tarian tradisional Gending Sriwijaya. Hal yang sama juga berlaku bagi masyarakat Thailand Selatan dan Malaysia yang menciptakan kembali tarian Sevichai (Sriwijaya) yang berdasarkan pada keanggunan seni budaya melayu Sriwijaya, walaupun pada akhirnya Malaysia merasa lebih malayu dari pada Indonesia yang sebenannya tempat lahirnya budaya melayu itu sendiri.

Ini bukanlah keserakahan bangsa Malaysia karena memang mereka adalah bangsa yang menghargai jati dirinya, cuma kitanya saja yang memang tidak menghargai budaya dan jati diri kita sendiri. Tengok saja perbedaan sinentron atau film Indonesia dengan sinentron dan film Malaysia yang lebih akrab dengan budaya melayu. Apalagi jika kita menonton film anak-anak Upin Ipin yang sangat melayu, sedangkan sinetron Indonesia lebih kebarat-baratan.