Nama Palembang banyak mempunyai arti. Pengertian yang mendekati kenyataan adalah apa yang diterjemahkan oleh R.J.Wilkinson dalam kamusnya ‘A Malay English Dictionary’ (Singapore, 1903): lembang adalah tanah yang berlekuk, tanah yang rendah, akar yang membengkak karena terendam lama di dalam air. Menurut Kamus Dewan (karya Dr. T.Iskandar, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1986), lembang berarti lembah, tanah lekuk, tanah yang rendah. Untuk arti lain dari lembang adalah tidak tersusun rapi, terserak-serak. Sedangkan menurut bahasa Melayu, lembang berarti air yang merembes atau rembesan air. Arti Pa atau Pe menunjukkan keadaan atau tempat.
Menurut I.J. van Sevenhoven (Lukisan tentang Ibukota Palembang, Bhratara, Jakarta, 1971, hlm. 12), Palembang berarti tempat tanah yang dihanyutkan ke tepi, sedangkan Stuerler menerjemahkan Palembang sebagai tanah yang terdampar. Pengertian Palembang tersebut kesemuanya menunjukkan tanah yang berair. lni tidak jauh dari kenyataan yang ada, bahkan pada saat sekarang, yang dibuktikan oleh data statistik tahun 1990, bahwa masih terdapat 52,24% tanah yang tergenang di kota Palembang. Sebagai catatan tambahan, di Kotamadya sekarang ini masih tercatat sebanyak 117 buah anak-anak sungai yang mengalir di tengah kota.
Kondisi alam ini bagi nenek moyang orang-orang Palembang menjadi modal mereka untuk memanfaatkannya. Air menjadi sarana transportasi yang sangat vital, ekonomis, efisien dan punya daya jangkau dan punya kecepatan yang tinggi. Selain kondisi alam, juga letak strategis kota ini yang berada dalam satu jaringan yang mampu mengendalikan lalu lintas antara tiga kesatuan wilayah:
Tanah tinggi Sumatera bagian Barat, yaitu : Pegunungan Bukit Barisan
Daerah kaki bukit atau piedmont dan pertemuan anak-anak sungai sewaktu memasuki dataran rendah
Daerah pesisir timur laut
Ketiga kesatuan wilayah ini merupakan faktor setempat yang sangat menentukan dalam pembentukan pola kebudayaan yang bersifat peradaban.
Kapan Nama Palembang ‘Lahir’?
Kapan nama Palembang “lahir” tepatnya belum dapat diperkirakan. Apakah nama ini lahir sejak Sriwijaya runtuh atau sebaliknya nama Palembang lahir lebih dahulu sebelum nama Sriwijaya “lahir”. Dari sumber Cina, yaitu kronik Chu-fan-chi, karya Chau Ju-kua tahun 1225, disebutkan nama Pa-lin-fong (Palembang), adalah salah satu bawahan San-fo-tsi.
Wang Ta-yuan dalam catatan perjalanannya Tao-i chih-lio (1349-1350), membedakan antara San-fo-tsi dengan Ku-kang (Kiu-Kiang), yaitu dua buah nama dan tempat yang berbeda. Menurut Ma-huan dalam Ying-yai-Sheng-lan ditulis tahun 1416, menyatakan bahwa Ku-kang adalah negeri yang dahulunya disebut San-fo-tsi (San-bo-tsai).
Dari kronik-kronik Cina, sebagian mengatakan bahwa pengertian San-fo-tsi dapat berarti Palembang dan juga Jambi. J.L.Moens mempertegas bahwa yang disebut kerajaan San-fo-tsi bukan hanya satu kerajaan saja, dia menyarankan bahwa ahli sejarah harus membedakan “San-fo-tsi Palembang” dan “San-fo-tsi Melayu”. Sayangnya J.L. Moens tidak tuntas menyelesaikannya.
Banyak penulis sejarah berpendapat kekeliruan penulisan Cina karena San-fo-tsi (Suarnabhumi atau Pulau Emas) dengan hanya menyebutkan nama pulaunya saja, tidak mendetil dengan nama-nama kerajaan di bagian pulau tersebut.
Nama Palembang pada zaman klasik, selain dalam catatan kronik Cina, juga tertulis dalam Nagarakertagama karangan Prapanca pada tahun 1365. Di dalam Pupuh XIII disebutkan negara-negara bawahan Majapahit di daerah Melayu adalah; Jambi, Palembang, Dharmasraya, Toba dan seterusnya.
Setelah zaman Islam nama Palembang menjadi populer dengan dimuatnya di dalam Babad Tanah Jawi (1680) dan Sejarah Melayu (1612). Sejarah Melayu aslinya ditulis sekitar tahun 1511, ditulis kembali dari pelbagai versi, antaranya oleh Abdullah ibn Abdulkadir Munsyi yang menulis kembali teks tahun 1612. Teks yang menceritakan Palembang dari Sejarah Melayu:
….. ada sebuah negeri di tanah Andalas, Perlembang namanya, Demang Lebar Daun nama rajanya, asalnya daripada anak-cucu Raja Sulan; Muara Tatang nama sungainya. Adapun negeri Perlembang itu, Palembang yang ada sekarang inilah. Maka Muara Tatang itu ada sebuah sungai, Melayu namanya; di dalam sungai itu ada sebuah bukit Seguntang Mahameru namanya.
Menurut I.J. van Sevenhoven (Lukisan tentang Ibukota Palembang, Bhratara, Jakarta, 1971, hlm. 12), Palembang berarti tempat tanah yang dihanyutkan ke tepi, sedangkan Stuerler menerjemahkan Palembang sebagai tanah yang terdampar. Pengertian Palembang tersebut kesemuanya menunjukkan tanah yang berair. lni tidak jauh dari kenyataan yang ada, bahkan pada saat sekarang, yang dibuktikan oleh data statistik tahun 1990, bahwa masih terdapat 52,24% tanah yang tergenang di kota Palembang. Sebagai catatan tambahan, di Kotamadya sekarang ini masih tercatat sebanyak 117 buah anak-anak sungai yang mengalir di tengah kota.
Kondisi alam ini bagi nenek moyang orang-orang Palembang menjadi modal mereka untuk memanfaatkannya. Air menjadi sarana transportasi yang sangat vital, ekonomis, efisien dan punya daya jangkau dan punya kecepatan yang tinggi. Selain kondisi alam, juga letak strategis kota ini yang berada dalam satu jaringan yang mampu mengendalikan lalu lintas antara tiga kesatuan wilayah:
Tanah tinggi Sumatera bagian Barat, yaitu : Pegunungan Bukit Barisan
Daerah kaki bukit atau piedmont dan pertemuan anak-anak sungai sewaktu memasuki dataran rendah
Daerah pesisir timur laut
Ketiga kesatuan wilayah ini merupakan faktor setempat yang sangat menentukan dalam pembentukan pola kebudayaan yang bersifat peradaban.
Kapan Nama Palembang ‘Lahir’?
Kapan nama Palembang “lahir” tepatnya belum dapat diperkirakan. Apakah nama ini lahir sejak Sriwijaya runtuh atau sebaliknya nama Palembang lahir lebih dahulu sebelum nama Sriwijaya “lahir”. Dari sumber Cina, yaitu kronik Chu-fan-chi, karya Chau Ju-kua tahun 1225, disebutkan nama Pa-lin-fong (Palembang), adalah salah satu bawahan San-fo-tsi.
Wang Ta-yuan dalam catatan perjalanannya Tao-i chih-lio (1349-1350), membedakan antara San-fo-tsi dengan Ku-kang (Kiu-Kiang), yaitu dua buah nama dan tempat yang berbeda. Menurut Ma-huan dalam Ying-yai-Sheng-lan ditulis tahun 1416, menyatakan bahwa Ku-kang adalah negeri yang dahulunya disebut San-fo-tsi (San-bo-tsai).
Dari kronik-kronik Cina, sebagian mengatakan bahwa pengertian San-fo-tsi dapat berarti Palembang dan juga Jambi. J.L.Moens mempertegas bahwa yang disebut kerajaan San-fo-tsi bukan hanya satu kerajaan saja, dia menyarankan bahwa ahli sejarah harus membedakan “San-fo-tsi Palembang” dan “San-fo-tsi Melayu”. Sayangnya J.L. Moens tidak tuntas menyelesaikannya.
Banyak penulis sejarah berpendapat kekeliruan penulisan Cina karena San-fo-tsi (Suarnabhumi atau Pulau Emas) dengan hanya menyebutkan nama pulaunya saja, tidak mendetil dengan nama-nama kerajaan di bagian pulau tersebut.
Nama Palembang pada zaman klasik, selain dalam catatan kronik Cina, juga tertulis dalam Nagarakertagama karangan Prapanca pada tahun 1365. Di dalam Pupuh XIII disebutkan negara-negara bawahan Majapahit di daerah Melayu adalah; Jambi, Palembang, Dharmasraya, Toba dan seterusnya.
Setelah zaman Islam nama Palembang menjadi populer dengan dimuatnya di dalam Babad Tanah Jawi (1680) dan Sejarah Melayu (1612). Sejarah Melayu aslinya ditulis sekitar tahun 1511, ditulis kembali dari pelbagai versi, antaranya oleh Abdullah ibn Abdulkadir Munsyi yang menulis kembali teks tahun 1612. Teks yang menceritakan Palembang dari Sejarah Melayu:
….. ada sebuah negeri di tanah Andalas, Perlembang namanya, Demang Lebar Daun nama rajanya, asalnya daripada anak-cucu Raja Sulan; Muara Tatang nama sungainya. Adapun negeri Perlembang itu, Palembang yang ada sekarang inilah. Maka Muara Tatang itu ada sebuah sungai, Melayu namanya; di dalam sungai itu ada sebuah bukit Seguntang Mahameru namanya.