Kamis, 27 Desember 2012

Mensyukuri Manfaat Sungai Musi

Mensyukuri Manfaat Sungai Musi

Oleh: Saladin
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Pemerhati masalah perkotaan dan pemukiman
di Seberang Ulu



Pembangunan yang terus dipacu di berbagai belahan wilayah Kota Palembang menunjukkan keseriusan pemerintah untuk menjadikan Kota Palembang sejajar dengan kota-kota besar lain di Indonesia, bahkan sejajar dengan kota-kota besar di dunia sesuai dengan motto pemerintah kota untuk menjadikan Kota Palembang sebagai kota internasional yang maju, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Kota Palembang tidak dapat dipisahkan dari Sungai Musi dan Jembatan Ampera dan sungai ini telah menjadi ikon Kota Palembang. Oleh karena itu, tindakan pemerintah kota untuk merevilitasi kawasan Sungai Musi adalah langkah yang sangat tepat, bahkan sangat strategis dan mendesak.

Jika kita sedikit melihat ke belakang, cetak biru pembangunan (baca: modernisasi) Kota Palembang pada beberapa dekade paskakemerdekaan telah "menganaktirikan Sungai Musi" dalam waktu cukup lama.

Terbukti dengan beberapa kali pergantian kepemimpinan, wajah Sungai Musi tak kunjung berubah, tetap kumuh, kotor dan semrawut. Hal ini terjai karena titik berat pembangunan saat itu lebih fokus di wilayah Seberang Ilir atau bagian utara Musi yang secara teknis lebih mudah dikembangkan, karena sebagian besar berupa lahan kering atau daratan.

Sedangkan wilayah Seberang Ulu atau bagian selatan Sungai Musi sulit dilakukan pembangunan karena sebagian besar merupakan lahan rawa pasang surut. Akibatnya kawasan tepian Sungai Musi den sebagian besar wilayah Seberang Ulu menjadi "halaman belakang" kota yang terlupakan.

Untunglah para penentu kebijakan di pemerintahan kota belakangan ini mulai menyadari bahwa konsep dan paradigma pembangunan kota terdahulu memiliki kekurangan. Seiring dengan lahirnya konsep dan paradigma pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, maka "kekuatan lokal" yakni Sungai Musi kembali menjadi orientasi dan fokus pembangunan atau dalam bahasa ilmiahnya disebut waterfront city development sebagaimana yang telah diterapkan di kota-kota lain di dunia.

Tidak ada salahnya jika pemerintah kota mencontoh Bangkok yang berhasil menata tepian Sungai Chaopraya karena tipologi kotanya mirip dengan Kota Palembang. Disamping memperbaiki kualitas lingkungan sungai melalui program revilitasasi, tindakan pemerintah kota menyelamatkan dan melestarikan situs bersejarah patut kita apresiasi. Di antaranya Benteng Kuto Besak, Kampung Arab, Kampung Cina, masjid, kelenteng, rumah limas dan berbagai situs lainnya yang berdiri di sepanjang tepian Sungai Musi. Begitu juga upaya positif pemerintah kota dalam memperbaiki kampung-kampung kumuh di kawasan Seberang Ulu.

Alangkah eloknya jika perkampungan kumuh tersebut pada akhirnya dapat menjelma mejadi perkampungan permanen dengan rumah-rumah yang memiliki ciri khas pemukiman tepi sungai dan menjadi proyek percontohan.

Semua upaya itu tentu saja tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan di tepian sungai, tetapi juga tak kalah pentingnya adalah sebagai sebagian dari upaya besar pemerintah bersama warga untuk membentuk dan memunculkan kegeniusan lokal yang betebaran di sepanjang Sungai Musi yang mungkin belum yang mungkin belum semuanya terungkap.

Tentu saja revitalisasi Musi sebaiknya tidak hanya terhenti pada kawasan Sungai Musi tapi juga harus dilanjutkan dengan penataan anak sungai di Seberang Ulu dan wilayah Seberang ilir yang terhubung dan bermuara di Sungai Musi. Karena sebagian besar anak sungai ini khususnya berada di kawasan Seberang Ulu telah terdegradasi oleh bangunan yang berdiri di sepanjang bahu sungai serta tingginya pembungan limbah rumah tangga.

Degradasi anak sungai ini terlihat sangat mencolok terutama pada musim kemarau atau di saat air sungai surut. Tentu saja hal ini menjadi pemandangan yang kontras jika dibandingkan dengan wilayah kota lainnya. Apalagi jika dikaitkan dengan dengan keberhasilan Kota Palembang meraih Piala Adipura untuk kesekian kalinya.

Kegiatan revitalisasi tepian sungai ini hendaknya bukan hanya terbatas pada perbaikan atau pemasangan tanggul-tanggul semata tetapi juga harus secara berkelanjutan membuka jalur jalan inspeksi dan jalur hijau yang dibuat secara baik dan nyaman yang dapat digunakan oleh pejalan kaki, roda dua dan bahkan roda empat jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran atau kondisi darurat.

Sehingga terbentuk akses jalan baru dan sekaligus menjadi alternatif bagi warga untuk menuju ke wilayah Seberang Ulu atau Seberang Ilir secara langsung dengan menggunakan sarana angkutan penyeberangan sungai tanpa harus berputar melalui Jembatan Ampera yang kahir-akhir ini lebih sering mengalami kemacetan.

Memang, untuk membuka akses dan jalur hijau tepian anak sungai ini bukanlah semudah membalikan telapak tangan, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak. Terobosan yang bersifat win-win solution adalah kata kunci untuk menjamin keberhaasilan program ini.

Sungai Musi telah ada sebelum kita, orang tua, atau bahkan nenek moyang kita lahir dan bermukim di Kota Palembang. Secara Geologis kehadirannya boleh jadi muncul bersamaan dengan terbentuknya dataran, lembah, gunung, hutan dan danau di Pulau Sumatera sesuai dengan cetak biru alam raya yang ada di "Lauh al Mahfuz". Puluhan generasi yang bermukim di tepian Sungai Musi telah menikmati dan merasakan berbagai manfaat dari kehadiran sungai ini.

Bahkan pada masa keemasan Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang Darussalam, Sungai Musi menjadi urat nadi dan lalu lintas utama perdagangan dan angkutan laut kerajaan. Dengan demikian panjang catatan sejarah dan kehadirannya, menurut hemat kami, Sungai Musi lebih dari sekedar sekedar memberi manfaat tapi merupakan berkah bagi Kota Palembang.

Di tengah krisis air bersih yang banyak dialami oleh kota-kota besar lain di Indonesia khususnya Kota Jakarta akhir-akhir ini, Sungai Musi tetap eksis sebagai penyuplai utama bahan baku air bersih bagi warga kota yang sepanjang pengatahuan kami belum pernah mengalami kekeringan bahkan pada saat musim kemarau sekalipun. Hingga kini kapasitas dan debit air Sungai Musi relatif tetap stabil sehingga sangat memadai untuk diambil secara mudah dan diproses menjadi air bersih oleh PDAM.

Boleh jadi bencana keringnya Sungai Musi masih "jauh panggang dari api," namun hal yang ada di depan mata yang cukup mengkhawatirkan kita adalah dengan adanya fakta yang menunjukkan bahwa air Musi saat ini tengah mengalami pencemaran.

.Meski masih dalam kategori sedang, namun jika tidak ditangani dengan baik, maka kondisi ini bukan tidak mungkin akan segera berubah menjadi tercemar berat. Limbah rumah tangga dan industri yang dibuang secara langsung ke sungai ditengarai menjadi penyebab utama turunnya kualitas air.

Hal ini tentu saja tidak hanya mengancam kehidupan biodata yang ada di dalam sungai tetapi juga dapat mengamcam kesehatan warga di sepanjang kawasan tepian yang mengkonsumsi langsung air ttersebut.

Disinilah dituntut peran aktif pemerintah untuk untuk sesegera mungkin melakukan langkah-langkah pengendalian pencemaran Sungai Musi melalui penerapan kebijakan AMDAL secara ketat bagi industri baru serta serta melakukan audit AMDAL terhadap industri-industri yang telah berdiri dan beroperasi di sepanjang sungai dan anak Sungai Musi.

Juga yang tak kalah penting adalah dengan mengadakan program penyuluhan yang berkaitan dengan perencanaan lingkungan dan sanitasi yang sehat bagi rumah tangga dengan melibatkan LSM dan pihak-pihak terkait.

Tentu saja pada akhirnya kesinambungan kebijakan menjadi kata kunci keberhasilan program revitalisasi Musi. Sudah selayaknya kebijakan pemerintah kota yang pro-lingkungan dan berpihak pada kepentingan masyarakat dipertahankan meskipun terjadi pergantian kepemimpinan. Pemimpin dan partai yang berkuasa boleh saja berganti, tetapi penataan dan pembangunan di kawasan tepian Sungai Musi tidak boleh berhenti. (*/ce1)

Sumatera Ekspres, Kamis, 27 Desember 2012