PALEMBANG --- Ketahanan sebuah infrastruktur jadi periortas utama. Bukan hanya soal banyaknya biaya yang terpakai, melainkan juga karena fungsi dan manfaatnya. Atas dasar itulah, Jembatan Musi IV dan Musi IV dibangun dengan kemampuan bertahan hingga 100 tahun.
Termasuk, flyover simpang Jakabaring yang masih dalam pembangunan. Untuk fisik tiga jembatan itu sama dengan umur underpass simpang Patal dan duplikat Musi II yang akan diresmikan Maret nanti.
“Kami targetkan Musi VI mampu bertahan minimal 100 tahun,” kata Kepala Dinas PU Bina Marga Sumsel, Ir Rizal Abdullah, kemarin. Rencana pembangunan Musi VI terus dimatangkan. Saat ini, sedang proses pembebasan lahan. Yang akan dibebaskan, lahan kiri dan kanan jalan selebar 30 meter.
Musi VI akan dibuat dengan kontruksi beton sepanjang 250 meter. Jembatan ini akan menghubungkan titik pangkal Seberang ilir di kawasan Sungai Jeruju dan pangkal di Seberang ulu pada kawasan Sungai Kangkang.
“Jembatan ini dirancang untuk mampu dilalui kendaraan berat dengan tonase sekitar 25 ton,” beber Rizal. Target pembangunan kelar 2017. Dana pembangunan diprediksi tembus Rp 300 miliar. Untuk dana awal di tahun ini, telah disiapkan Rp 40 miliar.
Sisanya akan dikucurkan tahun depan. Alokasi tersebut di luar anggaran untuk pembebasan lahan. Pembangunan menerapkan sistem pendanaan multiyears. Dengan begitu, tidak terkendala seperti flyover simpang Jakabaring.
Setelah revisi aturan pendanaan, kini pembangunan flyover simpang Jakabaring sudah mencapai 80 persen. “Desember nanti selesai,” cetus Rizal. Pemprov mengucurkan Rp 170 miliaran untuk flyover ini. Sebelumnya, sudah dikeluarkan Rp 82 miliar. Untuk tahun ini, dialokasikan Rp 92 miliar.
Flyover Jakabaring ini juga mampu dilewati kendaraan plus muatan dengan tonase 25 ton. Kasatker Jalan dan Jembatan Metropolitan Palembang BBPJN III, Aidil Fitri mengatakan, umur semua jembatan, flyover, dan underpass di Palembang direncanakan 100 tahun.
Baik itu duplikasi Jembatan Musi II, underpass simpang Patal, Jembatan Musi IV, dan lainnya. Di lapangan prediksi tersebut bisa saja meleset. Padat tidaknya kendaraan dengan MST (muatan sumber terberat) yang lalu lalang di atas jembatan ikut mempengaruhi umur fisik.
Untuk duplikasi Jembatan Musi II, saat ini masih proses finishing. Akhir Februari, ditargetkan selesai dan diresmikan awal Maret. Muatan sumber terberat (MST) kendaraan yang melintas di sana maksimal 10 ton. Saat terjadi kemacetan, jembatan ini mampu menahan 3000 ton lebih beban di atasnya. “Itulah bobot mati duplikat Musi II,” beber Aidil.
Sementara underpass simpang Patal, telah menjalani uji coba, beberapa hari lalu. Peresmiannya juga direncanakan awal Maret. “Satu atau dua hari ke depan kendaraan bisa melintasi underpass lagi,” katanya.
Khusus Jembatan Musi IV, saat ini masih dalam perencanaan. “Bentuknya akan menyamai Jembatan Suramadu,” imbuhnya. Umur jembatan ini juga dirancang untuk bertahan hingga 100 tahun.
PPK P2JN BBPJN III, Ahmad Truna Jaya menambahkan, Jembatan Musi IV akan lebih tinggi dari Ampera.
Selain itu, saat air pasang, Musi VI direncanakan punya ketinggian 11 meter. Sedangkan Jembatan Amera hanya 9 meter.
“Artinya, semua kapal bisa ewat di bawahnya,” jelas Truna. Pembangunan Jembatan Musi IV masih menunggu kesiapan lahan. Pembebasannya dilakukan oleh Pemkot Palembang. “Yang kami tahu, Pemkot sudah berkomitmen untuk menyelesaikan lahannya di akhir Februari ini,” pungkasnya.
Asisten II Pemprov Sumsel, Ruslan Bahri menyatakan, ketinggian Jembatan Musi IV dari permukaan air 11 meter. Tinggi ini sesuai DED yang disetujui 2014 lalu. Juga berdasarkan disposisi Gubernur terhadap surat Kepala BBPJN III Nomor PW 04.02-Bu/02/137 tanggal 10 Februari 2015.
Isinya tentang permohonan penetapan tinggi top clearance Musi IV. “Ketinggian itu cukup untuk kontruksi jembatan yang layak di sepanjang jalur Sungai Musi,” jelasnya. Menurut Ruslan, tinggi tersebut sudah disesuaikan dengan kondisi air saat pasang ataupun surut.
Lahan Musi IV harus selesai dibebaskan akhir bulan ini. Katanya, kalau tidak siap, dana APBN yang sudah dialokasikan sebelumnya akan ditarik kembali oleh pemerintah pusat. Sementara akhir bulan tak sampai seminggu lagi. “Lahan informasinya belum dibebaskan. Belum keluarnya Amdal dan DED,” tutur Ruslan. (wia/chy/ce4)
Banyak faktor yang menentukan tercapai tidaknya umur jembatan. Salah satu yang utama, yakni maintenance (perawatan). Penegasan itu disampaikan ahli jembatan, Prof Dr Ir Anis Sagaff MSCE. Menurut Pembantu Rektor (Purek) I Unsri itu, tanpa maintenance rutin, umur jembatan direncanakan sulit tercapai. “Maintenance pengaruhi umur jembatan,” tegasnya. Ia mengibaratkan jembatan seperti manusia. Perlu diperhatikan, dirawat, dan lainnya. Penting juga untuk disiplin dalam pemakaian. Contohnya, jembatan kelas II yang harus boleh dilalui, kendaraan dengan tekanan gandar maksimal 7 ton.
“Memang suatu waktu bisa dilalui yang 10 ton, tappi berbahaya jika terus dipaksakan,” katanya. Umur jembatan tergantung kelas dan jenisnya. Secara umum ada tiga kelas jembatan. Kelas I biasanya jembantan antarprovinsi/antarnegara dengan tekanan gandar 10 ton.
Jembatan kelas 2 biasanya menghubungkan interprovinsi, tekanan gandar maksimal 7 ton. Sedangkan kelas 3, jembatan antarkabupaten dengan tekanan gandar kendaraan yang melintas 5 ton. Kelas jalan ini ditentukan juga oleh panjang jembatan. Meski berada di kabupaten, tapi panjang, bisa juga masuk kelas 1.
Untuk usia, perencanaan jembatan ada yang ketahanannya mencapai 30, 50, hingga 100 tahun. “Ada yang lebih dari 100 tahun, disebut jembatan monumental,” beber Anis. Di Palembang, contohnya Jembatan Ampera. Jembatan ini sifatnya sengaja dibangun untuk jadi histori.
Ikon Palembang itu diyakini dirancang untuk umur lebih dari 100 tahun. Umur jembatan juga sangat ditentukan bahan yang dipakai dan cost yang dikeluarkan. “Sangat tidak mungkin umurnya capai 100 tahun kalau bahan dan cost yang disiapkan tidak mencukupi untuk membangun jembatan jenis itu,” ungkapnya.
Ia menilai, ada empat titik lemah Ampera saat ini. Pertama, korosi yang menyerang bagian bawah tower baja. Seingatnya, tahun 1990, tower Ampera sempat diperbaiki karena dinilai kondisinya sudah membahayakan.
Kedua, ketidakmampuan jembatan ini untuk “mengangkat” bagian tengah badan jembatan seperti dahulu. Ketiga, kebakaran hebat yang melalap Ampera beberapa tahun lalu. “Saat terbakar, Ampera dalam kondisi menderita,” imbuh Anis. Terakhir, pilar bawah Ampera yang beberapa kali ditabrak tongkang pengangkut batu bara. Semua itu telah melemahkan fisik jembatan ini. “Kelemahan kita adalah maintenance,” tukasnya. (tha/ce4)
Sumatera Ekspres, Kamis, 26 Februari 2015